[Bunda Sayang] Mendidik Dengan Fitrah Berbasis Hati Nurani


Thursday, June 16, 2016
                   

Memasuki awal minggu, (kembali) kami diberi materi Matrikulasi dari Bunda Septi. Kali ini masih dengan tema [Bunda Sayang] yakni Mendidik Dengan Fitrah Berbasis Hati Nurani. Heem, dari judulnya saja...sapertinya materi kali ini lebih dalam lagi. Silahkan menyimak materi ke 3 untuk minggu ini.
Bismillah . . .
Bunda,
setelah kita memamahi bahwa salah satu alasan kita melahirkan generasi adalah untuk membangun kembali peradaban dari dalam rumah kita, maka semakin jelas di depan mata kita, ilmu-ilmu apa saja yang perlu kita kuasai seiring dengan misi hidup kita di muka bumi ini. Minimal sekarang anda akan memiliki prioritas ilmu-ilmu apa saja yang harus anda kuasai di tahap awal, dan segera jalankan, setelah itu tambah ilmu baru lagi. Bukan saya, sebagai teman belajar anda di IIP selama ini, maupun para ahli parenting lain yang akan menentukan tahapan ilmu yang harus anda kuasai, melainkan DIRI ANDA SENDIRI.

“The only reality is YOUR PERCEPTION”



Apakah mudah? 

TIDAK.
Tapi yakinlah bahwa kita bisa membuatnya menyenangkan. Jadilah diri anda sendiri, jangan hiraukan pendapat orang lain. Jangan silau terhadap kesuksesan orang lain. Mereka semua selalu berjalan dari KM 0, maka mulai tentukan KM 0 perjalanan anda tanpa rasa “galau”.

Inilah sumber kegalauan diri kita menjalankan hidup, kita tidak berusaha memahami terlebih dahulu apa MISI HIDUP kita sebagai individu dan apa MISI KELUARGA kita sebagai sebuah komunitas terkecil.
Sehingga semua ilmu anda pelajari dengan membabi buta dan tidak ada yang dipraktekkan sama sekali. Semua seminar dan majelis ilmu offline maupun online anda ikuti, karena kekhawatiran tingkat tinggi akan ketertinggalan ilmu kekinian, tapi tidak ada satupun yang membekas menjadi jejak sejarah perjalanan hidup anda.

Check List harian sudah anda buat dengan rapi di Nice Homework#1, surat cinta sudah anda buat dengan sepenuh hati di Nice Homework #2. Misi hidup dan misi keluarga sudah anda tulis besar-besar di dinding kamar, tapi anda biarkan jadi pajangan saja.
Maka “tsunami informasilah” yang anda dapatkan, dan ini menambah semakin tidak yakinnya kita kepada “kemampuan fitrah” kita dalam mendidik anak-anak.

“Just DO It”

Lakukan saja meskipun anda belum paham, karena Allah lah yang akan memahamkan anda lewat laku kehidupan kita.


Demikian juga dengan pendidikan anak-anak.
Selama ini kita heboh pada “Apa yang harus dipelajari anak-anak kita”, bukan pada “Untuk apa anak-anak mempelajari hal tersebut”.
Sehingga banyak ibu-ibu yang bingung memberikan muatan-muatan pelajaran ke anak-anaknya tanpa tahu untuk apa anak-anak ini harus melakukannya. Bahkan tidak hanya kita para ibu, pemerintahpun terlihat “galau” ingin memasukkan sebanyak-banyaknya pelajaran ke anak-anak kita, tanpa melihat fitrah keunikan masing-masing anak. Kalau kita belum bisa mengubah sistem pendidikan di negeri ini, maka mulailah perubahan dalam sistem terkecil yang anda miliki yaitu keluarga.

Ada satu kurikulum pendidikan yang tidak akan pernah berubah hingga akhir jaman, yaitu
PENDIDIKAN ANAK DENGAN KEKUATAN FITRAH BERBASIS HATI NURANI

Tahap yang harus anda jalankan adalah sebagai berikut:
a. Bersihkan hati nurani anda, karena ini faktor utama yang menentukan keberhasilan pendidikan anda.
b. Gunakan Mata Hati untuk melihat setiap perkembangan fitrah anak-anak.
Karena sejatinya sejak lahir anak-anak sudah memiliki misi spesifik hidupnya, tugas kita adalah membantu menemukannya sehingga anak-anak tidak akan menjadi seperti kita, yang telat menemukan misi spesifik hidupnya.
c. Pahami Fitrah yang dibawa anak sejak lahir itu apa saja.
Mulai dari Fitrah Ilahiyah, Fitrah Belajar, Fitrah Bakat, Fitrah Perkembangan, Fitrah Seksualitas , dan lain-lain.
d. Upayakan proses mendidik yang sealamiah mungkin sesuai dengan sunatullah tahap perkembangan manusia. Analogkan diri anda dengan seorang petani organik.
e. Selanjutnya tugas kita adalah MENEMANI.
Sebagaimana induk ayam mengerami telurnya dengan merendahkan tubuh dan sayapnya, seperti petani menemani tanamannya. Bersyukur atas potensi dan bersabar atas proses.
Semua riset tentang pendidikan ternyata menunjukkan bahwa semakin berobsesi mengendalikan, bernafsu mengintervensi, bersikukuh mendominasi dan sebagainya hanya akan membuat proses pendidikan menjadi semakin tidak alamiah dan berpotensi membuat fitrah anak anak kita rusak.
f. Manfaatkan momen bersama anak-anak.
Bedakan antara WAKTU BERSAMA ANAK dan WAKTU DENGAN ANAK.
Bersama anak- itu anda dan anak berinteraksi mulai dari hati, fisik dan pikiran bersama dalam satu lokasi.
Waktu dengan anak- anda dan anak secara fisik berada dalam lokasi yang sama, tapi hati dan pikiran kita entah kemana.
g. Rancang program yang khas bersama anak,
sesuai dengan tahap perkembangannya, karena anak anda very limited special edition.

Bunda,
Mendidik bukanlah menjejalkan, mengajarkan, mengisi dan sebagainya. Tetapi pendidikan sejatinya adalah proses membangkitkan, menyadarkan, menguatkan fitrah anak kita sendiri.

Lebih penting mana membuat anak bergairah belajar dan bernalar atau menguasai banyak pelajaran?Lebih penting mana membuat mereka cinta buku atau menggegas untuk bisa membaca?Jika mereka sudah cinta, ridha, bergairah maka mereka akan belajar mandiri sepanjang hidupnya.

Setelah membaca materi yang diberikan, maka berlanjut ke sesi berikutnya yakni sesi tanya - jawab :
1. Andita - Malang."Bukan saya, sebagai teman belajar anda di IIP selama ini, maupun para ahli parenting lain yg akan menentukan tahapan ilmu yang harus anda kuasai, melainkan diri anda sendiri"Yang ingin saya tanyakan Bunda Septi...
Dalam menyusun list tahapan ilmu yang akan dipelajari, dimulai dari ilmu yang memang jadi tantangan kita dalam arti menjadi kekurangan kita atau dari ilmu yang memang kita suka dulu atau yang jadi sumber kekuatan kita atau kah ilmu tentang tumbuh kembang anak dulu?
Jawab :
Mbak Andita, Dalam menyusun list tahapan ilmu itu berdasarkan dari kebutuhan utama kita. 
Misal kita ingin menjadi ahli di bidang pendidikan anak, maka ilmu apa saja yang harus kita kuasai untuk mencapai hal tersebut. 
Tetapkan mulai dari Ilmu-ilmu di ranah domestik sampai ke Ilmu di ranah publik. Maka ilmu itu berdasarkan Misi Hidup. 
Ketemu misi hidup kita kemudian ketemu bidang yang ingin kita kuasai. Dari sanalah muncul berbagai turunan ilmu yang harus kita pelajari.

2. Annisa - Bandung.Darimana kita mendapatkan ilmu tentang fitrah anak, misal usia sekian fitrah anak itu begini dan begitu?

Jawab :
Teh Annisa, Sejatinya ilmu fitrah itu ada di Al-Quran mbak. Kemudian diterjemahkan oleh manusia dari berbagai disiplin ilmu. Ada yang meneliti dari pengamatan perkembangan anak, dari sisi pertumbuhan psikologis anak, dan lain-lain. 
Kalau saya menentukan dari berbagai macam pengamatan sehari-hari. Sehingga memunculkan sebuah konsep yang paling cocok untuk ketiga anak-anak saya adalah sebagai berikut : 
0-7 tahun     : kaya akan wawasan;
7-14 tahun   : kaya akan gagasan; 
14-21 tahun : kaya akan aktivitas.

3. Novi Ardiani.
Apakah mendidik anak sebagai kewajiban ayah-ibu, menurut bu Septi, boleh didelegasikan?Jika ya mengapa, bu.Jika tidak pun mohon penjelasan.

Jawab :
Mbak Opi, Mendidik anak itu sifat wajib bagi kita yang berperan sebagai penjaga amanah. Karena sesungguhnya mendidik anak itu adalah kemampuan alami dan kewajiban syar’i yang harus dimiliki oleh setiap orang tua yang dipercaya menjaga amanahNya.
Jadi sejatinya tidak ada yang bisa didelegasikan dalam mendidik anak. 
Kita hanya akan melakukan yang “SEMESTINYA” orangtua lakukan. Mendidik anak dimulai dari proses seleksi ayah atau ibu yang tepat untuk anak-anak kita, karena hak anak yang pertama adalah mendapatkan ayah dan ibu yg baik. Setelah itu dilanjutkan dari proses terjadinya anak-anak, di dalam rahim, sampai dia lahir.
Tahap berikutnya dari usia 0-7 tahun, usia 8-14 tahun, dan usia 14 tahun ke atas kita sudah mempunyai anak yang akil baligh secara bersamaan. Mendidik anak nyaris selesai di usia 14 tahun ke atas. Orang tua berubah fungsi menjadi coach anak dan mengantar anak menjadi dewasa. Kita dipercaya sebagai penjaga amanahNya, SEMESTINYA kita menjaganya dengan ilmu.
Jadi orang tua yang belajar khusus untuk mendidik anaknya seharusnya hal BIASA, tapi sekarang menjadi hal yang LUAR BIASA karena tidak banyak orang tua yg melakukannya.
Mendidik tidak hanya sekedar membesarkan dan memberi materi, melainkan anda sedang membangun sebuah sejarah peradaban.

4. Novita - Tangsel.Kalau ilmu yang harus dipelajari tak searah dengan bidang kerja kita mana yang harus diprioritaskan bu?Ilmu yang di misi kita atau kerjaan kita?

Jawab :
Mbak Novita, Inti dari hidup ini adalah proses menjalankan misi hidup, sehingga kalau kita merasa bidang pekerjaan kita jauh dari misi hidup kita berarti ada yang OFF Track. Cirinya adalah adanya ketidakseimbangan baik dari sisi emosi, waktu dan lain-lain. Maka segera penuhi ilmu yang sesuai misi hidup kita, maka disitulah akan mengalir banyak keberkahan.

5. Zy-Depok.Untuk menjadi ahli dibidangnya, harus menguasai ilmunya. Bisakah ilmu itu dipelajari secara otodidak atau harus mempelajarinya secara formal, baru dibilang ahli?

Jawab :
Mbak Zy, Banyak cara untuk menguasai ilmu. Selama ini kita selalu disempitkan hanya dengan satu cara yaitu lewat pendidikan formal. Padahal ada banyak peran hidup yang bisa ditempuh dari berbagai cara.
Tinggal kita lihat saja. Bidang tersebut berkaitan dengan akademis, misal dosen, maka harus melewati jalur formal. Apakah bidang tersebut masuk jalur profesional? Maka cari berbagai lisence dunia, sekarang sudah banyak. Atau justru bidang tersebut di ranah enterpreneur, maka segera ambil jalur magang, belajar langsung ke ahlinya.

6. Dyas -Depok.Ketika ibu sedang mengajar anak-anak (diwaktu yg bersamaan) bagaimana cara ibu Septi menyusun materi pembelajaran untuk masing-masing anak (terkait dengan fitrah perkembangannya yang berbeda)? Tolong berikan contoh yang ibu lakukan ketika mengajar Enes, Ara dan Elan di suatu waktu yang sama? Terima kasih.

Jawab :
Mbak Dyas,Contoh di fitrah belajar, saya ambil tentang mengasah intellectual curiosity. Maka untuk Elan yang saat itu berusia kurang dari 7 tahun, belajar membuat pertanyaan dengan teman yang sama. Misal saya ambil tema "Jakarta". 
Elan : 
a. Mengapa Jakarta macet?
b. Siapa yang bertugas mengatasi kemacetan?
c. Bagaimana caranya membuat aturan lalu lintas untuk membuat jakarta lancar? 
dan lain-lain.
Enes dan Ara yang berada di usia 7-14 tahun : 

a. Mengapa tidak kita usulkan sistem lalu lintas untuk Jakarta.
b. Bagaimana jika kita buat hari pakai sepeda?
c. Bagaiman jika pom bensin diganti Galon air minum untuk pesepeda, dan lain-lain. 
Sehingga belajarnya anak berdasarkan dari rasa ingin tahu mereka masing-masing, meski temanya sama.
Setelah itu diturunkan lagi ke berbagai fitrah yang ada, maka jadilah rumusan yang seperti ini:
             Framework : Mendidik Anak Sesuai Fitrah
7. Noor - Tangsel.
Kalau anak kita sudah usia 12 tahun, untuk ikut dalam tahap perkembangan itu kudu pakai percepatan ya?
Bagaimana caranya?

Jawab :
Bunda Noor, 
Tidak ada yang perlu digegas, maka mulailah mengidentifikasi kemampuan anak-anak kita meski usianya sudah masuk pra-aqil baligh akhir. Kemudian kita amati, kemampuan apa saja yang sepertinya harus dipenuhi anak-anak untuk bekal hidupnya kelak. 
Ingat untuk hidup ya, selama ini kita itu terbuai dengan nilai matematika, IPA, Bahasa, dan lain-lain. Dan merasa sudah cukup mendidik anak-anak. Sehingga lupa untuk melatihnya kemampuan menyelesaikan masalah hidup, kemampuan berpikir kritis, kemampuan kreativitas, dan lain-lain.

8. Andita - Malang.
Jika misi spesifik hidup terkait mendidik anak dengan profesional bu, berarti secara tidak langsung sudah sejalan dengan amanah utama.
Yang ingin saya tanyakan, bagaimana jika misi spesifik hidup tidak berkaitan dengan pendidikan anak?
Apa yang harus dilakukan untuk menyeimbangkan kedua hal itu?
Padahal amanah utama tentulah tetap mendidik anak.

Jawab :
Mbak Andita, 
Saya ambil contoh ya... 
Misal peran hidup kita adalah seorang SERVER. 
Kekuatan diri kita di bidang pelayanan, sehingga misi hidup kita adalah melayani kebutuhan hidup seseorang. 
Pekerjaan kita di bidang keperawatan. 
Bagaimana dengan penjagaan amanah ke anak-anak? 
Menjadi perawat adalah kehendakNya dalam hidup anda. Sehingga DIA pasti memiliki rahasia besar, mengapa kita diberi doble amanah. Anak dan pasien. Keduanya memerlukan peran kita sebagai server.
Maka profesionallah di keduanya. Kalau anda bisa dengan sabar melayani pasien di RS, maka ketika pulang harus lebih sabar lagi melayani anak-anak, bukan dibalik. Karena kemuliaan anda pada pelayanan. Dan profesional ke anak adalah titik awal anda untuk bisa profesional di bidang pekerjaan kita. Tidak ada yang terpisahkan dan terkorbankan.

Ingat Rejeki itu pasti, kemuliaanlah yang harus dicari.


9. Bunda Ririn.
Anak saya usia 10 tahun belum keliatan mau membaca buku pelajaran sekolah berdasarkan inisiatif nya. Kalau buku pengetahuan yang tampilan nya berupa gambar/komik mau dibaca. Apakah itu sudah dinamakan hobi membaca?
Setelah menebak potensi unggul anak.
Langkah selanjutnya mau menambah jam belajar nya yang sesuai dengan potensi nya. Apakah orang tua jadinya memaksakan kalau anak dari pagi sampai siang sudah belajar di sekolah negeri lalu sore dan malam di tambah pelajaran sesuai potensi nya?

Jawab :
Bunda Ririn, 
Anak itu tidak bisa dibohongi, ketika suatu buku sangat menarik minatnya untuk membaca, maka disitulah dia akan membaca tanpa dipaksa. Sehingga kita bisa melihat apakah buku pelajarannya semenarik buku komik? Kalau tidak cari buku pelajaran yang seindah komik, banyak gambarnya. 
Anak yang pagi belajar pelajaran di sekolah, sore harinya tetap les pelajaran itu sama dengan MEMBUNUH anak-anak. Memperkuat potensi unggul itu harus beragam. Delivery methode nya harus banyak.
Misal pagi sudah belajar matematika, maka sore harinya ajak silaturahim ke para ahli matematika, ajak untuk bereksperimen untuk melihat matematika yang ada di semesta alam, dan lain-lain.

10. Euis - IIP Sulsel.
(1) Bagaimana jika pendidikan dan kegiatan anak di rumah hanya umminya yang menghandle, bu karena abinya sibuk? Gak apa apakah?
(2) Saya masih bingung metode apa yg tepat untuk mengajari anak baca tulis dan iqro utk rafi 5,5th.
Iqro baru jilid 3, aism jilid2 hampir selesai.
Kalau mau mulai harus merayu dulu cukup lama, yang dia minta rutin setiap hari, saya disuruh bacakan cerita dari buku-buku yang sudah saya saya sediakan. Mohon pencerahan bu.
Jawab :

(1) Bunda Euis,
Yakinlah di awal, anda tercipta sebagai makhluk tangguh. Kalau suami tidak ikut campur dalam proses mendidik anak-anak, dan tidak mengganggu, itu baik.
Tapi apabila suami mau terlibat, maka itu Luar biasa.

(2) Jangan pernah paksakan anak, dengan cara kita, kita harus masuk dengan gaya belajar anak. Prinsipnya anak yang bisa berbicara pasti akan bisa membaca.

Tugas kita menstimulus terus menerus dengan gaya belajar yang dia sukai.
Kesalahan fatal adalah kita memaksakan anak belajar membaca/mengaji dengan cara kita dan dengan gaya belajar kita sebagai orangtua, tidak mau memahami bagaimana "jalan mudah" anak tersebut dalam menerima ilmu baru".


Untuk lebih memantapkan materi dan tanya-jawab yang sudah di tulis, maka kami seperti biasanya mendapat beberapa tugas yang aplikatif.
NICE HOME WORK #3
MENDIDIK DENGAN KEKUATAN FITRAH BERBASIS HATI NURANI
I. Membuat Kurikulum Belajar yang “Gue Banget”
Bunda, masih semangat belajar?
Kali ini kita akan masuk tahap #3 dari proses belajar kita. Setelah semalam bunda berdiskusi seru seputar mendidik anak dengan kekuatan fitrah berbasis hati nurani, maka sekarang kita akan mulai mempraktekkan ilmu tersebut satu persatu.
a. Belajar konsisten untuk mengisi checklist harian, yang sudah anda buat di Nice Homework #1. Checklist ini sebagai sarana kita untuk senantiasa terpicu “memantaskan diri” setiap saat. Latih dengan keras diri anda, agar lingkungan sekitar menjadi lunak terhadap diri kita.
b. Baca dan renungkan kembali Nice Homework #2, kemudian tetapkan pada diri bunda, Misi Hidup apa yang kita emban di muka bumi ini, bidang apa yang ingin anda kuasai.
Bakat lendyagasshi

Misi Hidup : Pembelajar.
Bidang : Pengembangan (emosi) Ibu dan Anak.
Peran : Sebagai Istri dan Ibu.
Ada banyak hal yang (mungkin) bisa dikatakan adalah proses dalam saya menjalani hidup hidup ini. Terasa sekali ketika saya memilih jurusan saat SMA. Mulai banyak perenungan, namun karena saya selalu beranggapan bahwa jurusan selain science itu tidak keren, akhirnya saya memilih jurusan science. Yang mungkin bukan bidang minat saya. Hanya sekedar gengsi.
Berkelanjutan hingga saya mengambil jurusan saat kuliah.
Keinginan terbesar saya adalah kuliah di jurusan psikologi, namun takdir berkata lain. Karena saya tumbuh dari keluarga yang sangat mengagungkan Ilmu Alam, maka saya pun memilih jurusan (yang lagi-lagi hanya karena saya merasa bisa) Kimia.
Ada banyak keinginan lain saat saya sudah mulai bertumbuh. Dan sayangnya keinginan itu terlambat saya pahami.
Ada kesenangan tersendiri ketika saya belajar bahasa asing. Sehingga saat saya kuliah jurusan Kimia, saya pun rajin belajar Bahasa Asing. Saya sering mendatangi free speaking class Bahasa Inggris maupun Bahasa Jepang.
Jiwa pembelajar saya terhenti sejenak ketika saya menikah dan pindah ke lingkungan yang baru, dimana saya merasa sendiri dan tidak ada kegiatan yang bisa saya ikuti. Beruntung saya bertemu dengan salah seorang sahabat dan dikenalkanlah dengan Institut Ibu Profesional.
Bertemu dan bergabung di lingkungan yang tepat, membuat jiwa pembelajar saya bangkit kembali. Saya bertemu dengan banyak Ibu-Ibu pembelajar, sehingga dapat menimba ilmu yang saya butuhkan. Dari mulai psikologi, pengembangan diri, hingga ilmu dalam pengasuhan anak.
Kegilaan saya terhadap sesuatu yang baru, alhamdulillah didukung oleh suami. Beliau kerap mensupport saya dalam bentuk materi ataupun non-materiil. Sebut saja, ketika ada kegiatan menulis sehari - satu postingan (One Day One Post) yang digagas oleh beberapa sahabat di IIP Bandung 2 saat itu, teh Shanty dan teh Thasya, suami saya dengan baiknya membelikan saya sebuah gadget yang mendukung, sehingga memudahkan saya dalam berbagai hal. Dari mulai menulis, design, terkoneksi dengan jaringan internet yang cepat, dan tak ketinggalan, fotografi.
Saat anak-anak mulai bertumbuh, saya pun serasa ikut bertumbuh. Benar kata teh Dita Wulandani (yang disarikan dari Bunda Septi, tentunya) perihal mendidik anak. Bahwa mendidik anak bukanlah hanya anak yang belajar, namun Ibunya justru yang banyak belajar.

Melalui Institut Ibu Profesional,
saya ingin mengenali kekuatan diri saya (sebagai Istri, Ibu, dan peran saya di masyarakat) dan menggali kekuatan tersebut. Dengan begitu, saya harap nantinya mampu mendidik anak-anak saya untuk menemukan kecintaannya, dunia nya, dan kekuatannya.
Maka dari itu, untuk anak-anak saya yang masih berusia 5 dan 3 tahun, saya ingin menguatkan emosional quotient mereka. Sehingga saya banyak belajar dunia pengasuhan anak yang baik, benar dan menyenangkan.
Sesuai dengan tugas NHW #1 yang saya kerjakan.

c. Setelah itu susunlah ilmu-ilmu apa saja yang diperlukan untuk menjalankan misi hidup tersebut.

Untuk bisa menjadi ahli di bidang Pengembangan (emosi) Ibu dan Anak maka tahapan ilmu yang harus saya kuasai adalah sebagai berikut :
Bunda Sayang : Ilmu-ilmu seputar pengasuhan anak
Bunda Cekatan : Ilmu-ilmu seputar manajemen pengelolaan diri dan rumah tangga
Bunda Produktif : Ilmu-ilmu seputar minat dan bakat, kemandirian finansial, dan lain-lain.
Bunda Shaleha : Ilmu tentang berbagi manfaat kepada banyak orang

d. Tetapkan Milestone untuk memandu setiap perjalanan anda menjalankan Misi Hidup.
Penetapan KM 0 ini sejak saya berusia 26 tahun. Mengapa?
Karena saya terbuka lebar dalam hal pengasuhan anak, sejak lahir putri saya yang kedua. Sejenak saya berpikir bahwa mempunyai 2 orang anak dengan jarak usia yang berdekatan itu sangat merepotan. Yang membuat saya tidak bisa melakukan apa yang saya sukai. Seperti kebanyakan Ibu-ibu yang belum melek mengenai dunia pengasuhan, saya hanya melewati hari demi hari dengan rutinitas harian khas Ibu. Yakni memandikan anak ketika mereka terbangun hingga menemani anak ketika mereka akan tidur saat malam harinya.
Namun ternyata di balik kelahiran anak saya yang kedua, saya menemukan banyak kemudahan setelahnya. Bukan hanya dari rejeki materi, namun juga rejeki ilmu, teman, dan berbagai kemudahan hadir saat itu.
Betapa saya saat ini sedang menikmati proses menjadi Ibu yang bahagia dalam mengurus rumah tangga. Dengan mendampingi kedua anak kami yang tumbuh kembang bersama. Dengan adanya lingkungan yang kondusif mendukung ke semua ini.
KM 0 – KM 7 (7 tahun) : Menguasai Ilmu seputar Bunda Sayang.
Sampai saat ini, saya masih terus belajar mengenai Ilmu dasar pengasuhan anak. Sudah melewati episode demi episode kehidupan anak-anak saat menyapih, toilet training, bahkan tantrum. Kini saatnya, saya beranjak ke step berikutnya yakni menumbuh kembangkan kekuatan anak sesuai fitrah yang dimiliki mereka.
Tidak susah,
hanya perlu melatih diri agar senantiasa sabar dalam menghadapi anak yang inginnya berganti-ganti.
Namun 1 hal yang saya pelajari kemudian, bahwa anak-anak saya tumbuh sesuai dengan yang saya contohkan. Maka langkah berikutnya adalah saya harus menjadi contoh yang baik untuk dapat mereka tiru. Bismillah....semoga dimudahkan langkah kami dalam membimbing mereka bertemu denganMu yaa, Rabb.
Aamiin.
KM 0  – KM 5 : Menguasai Ilmu seputar Bunda Cekatan
Penting bagi saya untuk mampu memanage waktu dengan baik dalam mengurus segala urusan rumah tangga. Karena Bunda cekatan sendiri yang berarti adalah ilmu dalam hal management diri dan rumah tangga. Saya berharap antara passion dan urusan rumah tangga dapat berjalan beriringan.
Sehingga di KM 5, saya sudah bisa merasakan ritme keseimbangan antara keduanya.
KM 5 – KM 8 : Menguasai Ilmu seputar Bunda Produktif
Untuk Bunda Produktif ini, agaknya saya menunda dahulu. Produktif yang saya maksud dalam hal ini adalah dari segi finansial. Saya tidak lagi ngoyo dalam mencari pemasukan untuk keluarga, karena saya yakin...

Be Professional, Rejeki Will Follow.

Saya akan menikmati proses tumbuh kembang anak dahulu. Menikmati mendampingi suami dan anak-anak hingga menggapai usia yang layak untuk mandiri.
KM 5 – KM tak terhingga : Menguasai Ilmu seputar Bunda shaleha
Dalam hal ini, yang saya pahami mengenai Bunda Shaliha adalah proses menjalani kehidupan yang senantiasa dinamis (berhijrah) ke arah kebaikan. Sehingga prosesnya seharusnya dari mulai dahulu. Namun kenyataannya, saya mengalaminya pasang-surut, dengan kata lain saya masih inkonsisten.
Semoga dengan dituliskan pada NHW #1, saya dapat lebih baik dari hari ke-hari hingga ajal menjemput.
Aamiin.

e. Koreksi kembali checklist anda di NHW#1, apakah sudah anda masukkan waktu-waktu untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut di atas. Kalau belum segera ubah dan cantumkan.
Karena pada tugas NHW#1 kemarin, checklist saya terbilang sederhana (untuk orang lain), namun bagi saya adalah suatu perubahan yang harus saya lakukan. Simple dan mendasar. Tidak saya koreksi, namun in syaa allah akan saya pertajam lagi maksud dari masing-masing point. Dan seiring dengan berjalannya waktu, maka semoga akan bertambah challege yang saya tulis tersebut.

f. Lakukan, lakukan, lakukan, lakukan.
In syaa allah....
Semoga Allah menjaga keistiqomahan hambanya yang bersungguh-sungguh dalam usaha menggapai ridhoNya.
Aamiin.
Inilah sejarah hidup saya, saat ini dan masa depan.












No comments :

Post a Comment