Bird
Lendyagasshi
Hijraa - Never stop learning
                    



Cita-cita awal saya (memang) tidak ingin menunda pernikahan dan menjadi Ibu seperti Ibu saya. Hanya bekerja di ranah domestik. Tidak ada impian lebih dari ini. Dan qodarulloh dipertemukan dengan keluarga yang background nya sama dengan saya. Mertua juga bekerja di ranah domestik. Dan curhatan kami saat saling telpon, selalu sama.


Jadi saya berpikir, apakah saya, Ibu dan mertua (pernah) merasa jenuh menjalani profesi ini?

Pas banget dengan materi Matrikulasi #4 pada hari Senin, 6 Juni 2016 untuk me-refresh kembali peran Ibu dalam Rumah tangga dan menguatkan pondasi tersebut.


MOTIVASI BEKERJA IBU

Ibu rumah tangga.
Sebutan yang biasa kita dengar untuk ibu yang bekerja di ranah domestik.

Ibu Bekerja.
Untuk ibu yang bekerja di ranah publik.


Maka melihat definisi di atas, sejatinya semua ibu adalah ibu bekerja, yang wajib professional menjalankan aktivitas di kedua ranah tersebut, baik domestik maupun publik.
Apapun ranah bekerja yang ibu pilih, memerlukan satu syarat yang sama, yaitu kita harus SELESAI dengan management rumah tangga kita, kita harus merasakan rumah kita itu lebih nyaman dibandingkan aktivitas dimanapun. Sehingga anda yang memilih sebagai ibu rumah tangga, akan lebih professional mengerjakan pekerjaan di rumah bersama anak-anak. Anda yang Ibu Bekerja, tidak akan menjadikan bekerja di publik itu sebagai pelarian ketidakmampuan kita di ranah domestik.



Mari kita tanyakan pada diri sendiri, apakah motivasi kita bekerja di rumah?

a. Apakah masih asal kerja, menggugurkan kewajiban saja?
b. Apakah didasari sebuah kompetisi, sehingga selalu ingin bersaing dengan keluarga lain?
c. Apakah karena panggilan hati, sehingga anda merasa ini bagian dari peran anda sebagai Khalifah?


Dasar motivasi tersebut akan sangat menentukan action kita dalam menangani urusan rumah tangga.

a. Kalau anda masih ASAL KERJA, maka yang terjadi akan mengalami tingkat kejenuhan yang tinggi, anda menganggap pekerjaan ini sebagai beban, dan ingin segera lari dari kenyataan.
b. Kalau anda didasari KOMPETISI, maka yang terjadi anda stress, tidak suka melihat keluarga lain sukses.
c. Kalau anda bekerja karena PANGGILAN HATI, maka yang terjadi anda sangat bergairah menjalankan tahap demi tahap pekerjaan yang ada. Setiap kali selesai satu tugas, akan mencari tugas berikutnya, tanpa MENGELUH.

Masih ingat satu quote di Ibu Profesional kan,

“The only reality is YOUR PERCEPTION”

Peran Ibu sejatinya adalah seorang manager keluarga, maka masukkan dulu di pikiran kita
Saya Manager Keluarga”, kemudian bersikaplah, berpikirlah selayaknya seorang manager.

a. Hargai diri anda sebagai manager keluarga.
Pakailah pakaian yang layak (rapi dan chic) saat menjalankan aktivitas anda sebagai manager keluarga.
Kalau saya memakai istilah 7 to 7, dari jam 7 pagi - 7 malam, menggantung daster, memakai pakaian yang rapi, layak, nyaman.

b.Rencanakan segala aktivitas yang akan anda kejakan baik di rumah maupun di ranah publik, patuhi.

c.Buatlah skala prioritas

d.Bangun komitmen dan konsistensi anda dalam menjalankannya.



planner2
Source : pinthemall.net




MENANGANI KOMPLEKSITAS TANTANGAN

Semua ibu, pasti akan mengalami kompleksitas tantangan, baik di rumah maupun di tempat kerja/organisasi, maka ada beberapa hal yang perlu kita praktekkan yaitu :

a. PUT FIRST THINGS FIRST
Letakkan sesuatu yang utama menjadi yang pertama. Kalau buat kita yang utama dan pertama tentulah anak dan suami.

Buatlah perencanaan sesuai skala prioritas anda hari ini - aktifkan fitur gadget anda sebagai organizer dan reminder kegiatan kita.

b.ONE BITE AT A TIME
Apakah itu one bite at a time?

Lakukan setahap demi setahap - Lakukan sekarang -Pantang menunda dan menumpuk pekerjaan.

c. DELEGATING
Delegasikan tugas yang bisa didelegasikan, entah itu ke anak-anak yang lebih besar atau ke asisten rumah tangga kita.
Ingat anda adalah manager, bukan menyerahkan begitu saja tugas anda ke orang lain, tapi anda buat panduannya, anda latih, dan biarkan orang lain patuh pada aturan anda.

Latih - Percayakan - Kerjakan - Ditingkatkan - Latih lagi - Percayakan lagi - Ditingkatkan lagi begitu seterusnya.

Karena pendidikan anak adalah dasar utama aktivitas seorang ibu, maka kalau anda memiliki pilihan untuk urusan delegasi pekerjaan ibu ini, usahakan pilihan untuk mendelegasikan pendidikan anak ke orang lain adalah pilihan paling akhir.



PERKEMBANGAN PERAN

Kadang ada pertanyaan, sudah berapa lama jadi ibu?
Kalau sudah melewati 10.000 jam terbang seharusnya kita sudah menjadi seorang ahli di bidang manajemen kerumah-tanggaan.

Tetapi mengapa tidak?
Karena selama ini kita masih SEKEDAR MENJADI IBU. Ada beberapa hal yang saya lakukan ketika ingin meningkatkan kualitas saya agar tidak sekedar menjadi ibu lagi, antara lain:

a. Dulu saya adalah kasir keluarga.
Setiap suami gajian, terima uang, mencatat pengeluaran, dan pusing kalau uang sudah habis, tapi gajian bulan berikutnya masih panjang.
Maka saya tingkatkan ilmu saya di bidang perencanaan keuangan, sehingga sekarang bisa menjadi manager keuangan keluarga.

b. Dulu saya adalah seorang koki keluarga.
Tugasnya memasak keperluan makan keluarga. Dan masih sekedar menggugurkan kewajiban saja. Bahwa ibu itu ya sudah seharusnya masak.Sudah itu saja, hal ini membuat saya jenuh di dapur.
Akhirnya saya cari ilmu tentang manajer gizi keluarga, dan terjadilah perubahan peran.

c. Saat anak-anak memasuki dunia sekolah, saya adalah tukang antar jemput anak sekolah.
Hal ini membuat saya tidak bertambah pintar di urusan pendidikan anak, karena ternyata aktivitas rutinnya justru banyak ngobrol tidak jelas sesama ibu –ibu yang seprofesi antar jemput anak sekolah.
Akhirnya saya cari ilmu tentang pendidikan anak, sehingga meningkatkan peran saya menjadi manajer pendidikan anak. Anak-anakpun semakin bahagia karena mereka bisa memilih berbagai jalur pendidikan tidak harus selalu di jalur formal.

d. Cari peran apalagi, tingkatkan lagi…..dan seterusnya.



Sharing materi sudah disampaikan oleh Bunda Septi, maka untuk menguatkannya, diadakan sesi Tanya - Jawab. Berikut beberapa tanya-jawab yang berkaitan dengan materi Bunda Cekatan :


1. Andita_Malang.

"Because women are ummun wa robbatul bait"
Karena perempuan adalah ibu & manager rumah tangga.
Dari dulu saya sudah suka dengan caption itu, Bu.

Yang ingin saya tanyakan di point B. One Bite at a Time, lakukan setahap demi setahap.

Misalnya dalam mendapatkan ilmu dan mempraktekkannya.
Bagaimana caranya agar kita tidak menjejali diri dengan berbagai ilmu dan belum "selesai" dalam praktek dan menjadikannya habits Bu?

huhuhu..kadang point X baru separo jalan uda kepincut pingin njalani point Y, dan seterusnya.

Jawab :

Mbak Andita, 
Situasi yang mbak andita katakan tadi, pasti akan terjadi kalau sang ibu belum tahu peran hidupnya apa dan bidang yang akan ditekuninya apa. 
Sehingga masuk kategori galau, semua ingin dipelajari, tetapi belum tentu semua bisa dijalani. Sehingga hal ini akan membuat kita makin galau.

Kalau teman-teman menjalankan dengan sungguh-sungguh tahapan matrikulasi ini, pasti akan lebih mudah menemukan Prioritas Hidup.

Ilmu -ilmu mana yang memang sifatnya WAJIB kita amalkan, dan ilmu-ilmu mana yang sifatnya hanya menjadi referensi untuk menguatkan ilmu utama.

Prinsip selanjutnya adalah "tumbuh bersama" anak. 
Jangan sampai gara-gara merasa masih kurang dan belum selesai dengan diri kita, justru mengabaikan pendidikan anak. Belajar bersama, tumbuh bersama.

Pastikan di keluarga kitalah, anak-anak dan diri kita bisa tumbuh dengan optimal, karena semua bisa menjadi guru, dan semua bisa menjadi murid. 


2. Yessy_Sumut

Bu, bagaimana caranya agar saat kita berusaha menSWITCH pikiran dengan hal yang positif dapat bertahan lama?
Tantangan saya adalah saya dan suami masih belum mampu menemukan cara komunikasi yang tepat dengan orangtua dalam hal mendidik anak kami.
Hal ini membuat saya lebih banyak memilih mengajak anak beraktifitas di luar rumah.
Karena sering keluar rumah, saya menjadi kelelahan menyiapkan urusan domestik sebelumnya.

Jawab :

Sekali lagi,

The Only Reality is Your Perception.

Maka buatlah persepsi positif terlebih dahulu dengan diri kita, setelah yakin, masukkan persepsi positif tentang orang-orang di sekitar kita.

Jangan perhatikan sisi buruknya, selalu panggil sisi baik orang-orang di lingkaran pertama kita, meski saya akui itu berat. Kalau LOLOS berarti naik kelasnya tinggi.

Kemudian ketika kita belum selesai berkomunikasi dengan orang-orang di lingkaran pertama seperti orangtua kita, maka kuncinya TIDAK BOLEH PUTUS ASA. 
Berikan stimulus porsi kecil tapi sering. Nah selama proses tersebut, mengajak anak beraktivitas keluar rumah adalah cara yang tepat.

Saya dulu juga mengerjakan hal tersebut :). Kemudian aktivitas luar rumah bersama anak ini saya maknai sebagai jam kerja saya yang utama yaitu mendidik anak. Maka urusan domestik lainnya, harus bisa selesai sebelum jam kerja tersebut. Kalau tetap tidak memungkinkan menyelesaikannya maka DELEGASIKAN ke orang lain untuk urusan non pendidikan anak.


3. Nia nio nidia_Depok.

Karena misi masa depan, saat ini saya masih harus bekerja di ranah publik, sehingga masih mendelegasikan pendidikan anak ke eyang putrinya, mama saya, untuk senin-jum'at 06.00-19.00.

a. Apa dan bagaimana strategi paling jitu agar mama saya sepemahaman dengan kurikulum mendidik yang telah kami buat?

b. Mama saya sejak awal menikah menjadi ibu rumah tangga, namun yang saya rasakan juga bukan termasuk yang profesional. Karena banyak hal yang menurut saya kurang, ilmu mama baik agama maupun keuangan dan kecekatan kurang.
Sejak sebelum menikah saya punya niat..saya gak mau seperti mama saya. Saya ingin jadi lebih baik. Begitu ikut matrikulasi saya seoptimal mungkin shift mode di rumah jadi ibu. Kadang karena mama saya dulu tidak begitu dia memandang apa yang saya lakukan berlebihan. Dia tidak suka melihat anaknya repot dan membandingkan dengan suami saya yang tidak melakukan pekerjaan domestik sehingga menyalahkan suami saya.

Padahal saya sampaikan saya bahagia melakukan ini dan saya ingin meraih pahala dari Allah. Sampai ketika saya sampaikan saya punya cita-cita resign 5 tahun lagi untuk full di rumah dan home education anak saya pun, mama saya nampak gak sependapat. Yang saya takut mama, saya gak ridlo dan niat saya terhambat.

Bagaimana ini ya...menjembataninya Bu?

Jawab :

Mbak Nia, 
Kalau kondisi saat ini menurut mbak dan suami adalah kondisi pilihan yang terbaik untuk anak-anak, maka terima dengan sepenuh hati. Kuncinya hanya satu, kita harus siap menanggung resiko yang terjadi, dan jangan pernah menyalahkan mama, apapun kondisinya.
Maka kalau tipe mama adalah seseorang yang mau belajar, bantu mama dengan ilmu. Apa yang mbak nia baca, mama juga ikut baca. Ajak ngobrol mama setiap saat seputar ilmu pendidikan terkini. Berikan hal-hal praktis yang membuat mama bisa menerapkannya dalam mendampingi anak-anak kita selama kita bekerja.

Kalau hal tersebut tidak bisa dilakukan, maka cari asisten rumah tangga yang bisa anda didik dengan baik, kemudian minta mama berperan sebagai supervisornya. Sebagai manajer keluarga, anda harus latih ilmu-ilmu apa saja yang harus dikuasai oleh seorang pelaksana pendidikan dan seorang supervisor.

Andaikata tetap tidak bisa lagi, maka memang diri kita orang yang paling tepat. Segera ambil peran tersebut sebelum terlambat. Kalau ibu tidak meridhoi karena urusan duniawi, maka yakinkan bahwa ini akan baik untuk urusan akherat. 
Karena orang yang memikirkan akherat, maka dunia akan ikut. Setelah itu buktikan bahwa kita bisa. Pengalaman saya, mulai dari ibu tidak ridho, sampai sekarang sangat mendukung aktivitas saya sebagai ibu manajer keluarga . Dan itu, saya perlu proses 4 tahun untuk menyakinkan beliau.


4. Novita_tangsel.

Bagaimana cara menyeimbangkan tantangan kerja dan urusan domestik yang seringkali berkejaran satu sama lain dan bagaimana cara mendelegasikan pemahaman kita pada ART terkait cara mendidik anak?

Jawab :

Mbak Novita, 
Kuncinya pada KESUNGGUHAN dan MANAJEMEN WAKTU.

Kalau kalimat yang selalu pak Dodik sampaikan ke saya sejak dulu ketika galau antara pekerjaan domestik dengan pekerjaan publik adalah seperti ini:

"Bersungguh-sungguhlah kamu di dalam, maka kamu akan keluar dengan kesungguhan itu"
Dalam saya maknai sebagai urusan domestik, luar saya maknai sebagai urusan publik.

Maka mulailah mengerjakan hal-hal profesional yang mbak sering lakukan di tempat kerja, terapkan di rumah terlebih dahulu, misal:

a. Di tempat kerja, kita malu kalau tidak tepat waktu. 
Maka di rumah kita harus lebih malu lagi kalau tidak tepat waktu.

b. Di tempat kerja kita tampil cantik. 
Maka di rumah harus lebih cantik.

c. Di tempat kerja kita sabar dengan anak orang lain/rekan sekerja kita. 
Maka di rumah harus lebih sabar lagi dengan anak dan suami.

d. Di tempat kerja ada perencanaan yang bagus. 
Maka di rumah harus lebih bagus lagi.

Sehingga luangkan waktu khusus ke ART mbak untuk magang cara mendidik anak, ketika mbak Novita di rumah dan mendidik anak. Suruh duduk, lihat dan catat, kemudian berikan menu pendidikan anak dengan rotasi 10 hari-an, ke ART kita, siapkan alat dan bahannya, kemudian latih lagi sampai ART kita mahir melakukannya.

Hal tersebut di atas yang saya lakukan untuk ART saya, sehingga 5 tahun bersama saya, ART saya sekarang sudah bisa menjadi guru TK dan sekarang membina rumah tangganya sendiri dengan kondisi lebih baik dari saya ketika ssaya di awal menikah. Bahkan sekarang bisa jadi pengusaha. Seorang perempuan desa yang tadinya minder karena hanya lulusan SMP sekarang jadi Pede.

There is no try, DO or DO NOT

Segera lakukan yang terbaik, karena tidak ada yang sia-sia di muka bumi ini.





Segera setelah meresapi materi dan permasalahan seputar materi yang diwakilkan oleh pertanyaan Bunda-bunda hebat, maka tiada arti kalau tanpa aplikasi di kehidupan masing-masing individu peserta matrikulasi. Nah, berikut tugas Matrikulasi #4 . . .

NICE HOMEWORK #4
BELAJAR MENJADI MANAJER KELUARGA YANG BAIK


Bunda,
sekarang saatnya kita masuk dalam tahap Belajar menjadi manajer keluarga yang baik.

Mengapa?
Karena hal ini akan mempermudah bunda untuk menemukan peran hidup dan menemukan peran hidup anak-anak.

Ada hal-hal yang kadang menggangu proses kita menemukan peran hidup yaitu RUTINITAS. Menjalankan pekerjaan rutin yang tidak selesai, membuat kita Merasa Sibuk, sehingga kadang tidak ada waktu lagi untuk proses menemukan diri.

Maka ikutilah tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Tuliskan 3 aktivitas yang paling penting dan 3 aktivitas yang paling tidak penting.
b. Waktu anda selama ini habis untuk kegiatan yang mana?
c. Jadikan 3 aktivitas penting menjadi aktivitas dinamis sehari-hari untuk memperbanyak jam terbang peran hidup.
d. Kemudian kumpulkan aktivitas rutin menjadi satu waktu, berikan "kandang waktu", dan patuhi cut off time.
(misal : anda sudah menuliskan bahwa bersih-bersih rumah itu dari jam 05.00-06.00, maka patuhi waktu tersebut)
e. Jangan ijinkan agenda yang tidak terencana memenuhi jadwal waktu harian anda.
f. Setelah tahap di atas selesai anda tentukan. Buatlah jadwal harian yang paling mudah anda kerjakan.
(Contoh : kalau saya membuat jadwal rutin saya masukkan di subuh-jam 07.00 - jadwal dinamis (memperbanyak jam terbang dari jam 7 pagi- 7 malam, setelah jam 7 malam kembali ke aktivitas rutin yang belum selesai. Sehingga muncul program 7 to 7)
g. Amati selama satu minggu pertama, apakah terlaksana dengan baik?
h. Kalau tidak segera revisi, kalau baik, lanjutkan sampai dengan 3 bulan.

SELAMAT MENGERJAKAN

Urgensi
Petunjuk Pengerjaan NHW #4


Pekerjaan di ranah domestik yang dilakukan oleh Ibu Rumah Tangga memang terkesan tak ada habisnya, bagi si Ibu namun bagi yang melihatnya, justru sebaliknya. Seperti tidak mengerjakan apapun. Jadi sebenarnya saya masih dalam tahap merubah persepsi. Langkah awal yang sungguh berat untuk dilakukan adalah membiasakan dengan persepsi baru tersebut dan bersikap profesional dalam menjalankannya.

Alhamdulillah,
dalam perjalanannya, kami dianugerahi amanah 2 orang anak. Sehingga kami memutuskan untuk mendelegasikan beberapa urusan domestik rumah tangga kepada Asisten. Dan saya hanya diminta suami untuk fokus mengurus keperluan suami dan anak-anak yang bersifat personal. Maka saya membuat daftar berikut :


Urgensi
Tabel versi lendyagasshi


Untuk lebih detail kegiatan saya, adalah sebagai berikut :

Bangun dini hari, jam 02.00 : Beribadah.
03.00 : Membaca buku.
03.30 : Menulis (terkadang terdistraksi dengan menonton drama Korea)
04.30 : (mandi) lalu mendirikan sholat Shubuh jamaah dengan Abi.
Tilawah dan hapalan Qur'an.

05.00 : Pillow talk dengan Abi.
06.00 : Mulai menyiapkan keperluan suami dan anak.

07.00 : Menyiapkan kaka mandi dan makan.
08.00 : Suami dan kaka berangkat bersama.
dan saya pun bersiap untuk aktivitas saya (berangkat ngaji atau zumba).
Dan atas saran teh Dita Wulandani, sekarang saya tidak ragu lagi untuk mengajak (adik) Hana zumba atau nge-gym bareng.
Awalnya ragu, karena akan melihat teman zumba mama yang (ada beberapa) memakai baju khas olahraga.

10.50 : Pulang dari Jayakarta (tempat zumba) dan menjemput kaka (sembari menunggu setengah jam kepulangan kaka).

12.00 : (sudah) di rumah (ganti baju, sholat berjamaah dengan anak-anak dan makan siang).
13.30 : Tidur siang.
15.30 : Bangun tidur, membersihkan diri dan sholat ashar (mengaji).
16.00 : Anak bangun tidur dan mendampingi anak-anak beraktvitas.

18.00 : Sholat maghrib berjamaah dengan anak-anak.
18.30 : Makan malam bersama.

20.00 : Bersiap mengakhiri aktivitas malam.
21.00 : Bed time stories.

Sekian jadwal harian saya. Doakan saya istiqomah dalam menjalankannya yaa...

Wassalamu'alaykum.
Salam hangat,
 - fasilisitator IIP - Bandung.





Lampiran.


Mind-mapping materi Matrikulasi #4, doc. Mesa Dewi (griyariset)





[Bunda Cekatan] Bunda, Manager Handal Keluarga

                    



Cita-cita awal saya (memang) tidak ingin menunda pernikahan dan menjadi Ibu seperti Ibu saya. Hanya bekerja di ranah domestik. Tidak ada impian lebih dari ini. Dan qodarulloh dipertemukan dengan keluarga yang background nya sama dengan saya. Mertua juga bekerja di ranah domestik. Dan curhatan kami saat saling telpon, selalu sama.


Jadi saya berpikir, apakah saya, Ibu dan mertua (pernah) merasa jenuh menjalani profesi ini?

Pas banget dengan materi Matrikulasi #4 pada hari Senin, 6 Juni 2016 untuk me-refresh kembali peran Ibu dalam Rumah tangga dan menguatkan pondasi tersebut.


MOTIVASI BEKERJA IBU

Ibu rumah tangga.
Sebutan yang biasa kita dengar untuk ibu yang bekerja di ranah domestik.

Ibu Bekerja.
Untuk ibu yang bekerja di ranah publik.


Maka melihat definisi di atas, sejatinya semua ibu adalah ibu bekerja, yang wajib professional menjalankan aktivitas di kedua ranah tersebut, baik domestik maupun publik.
Apapun ranah bekerja yang ibu pilih, memerlukan satu syarat yang sama, yaitu kita harus SELESAI dengan management rumah tangga kita, kita harus merasakan rumah kita itu lebih nyaman dibandingkan aktivitas dimanapun. Sehingga anda yang memilih sebagai ibu rumah tangga, akan lebih professional mengerjakan pekerjaan di rumah bersama anak-anak. Anda yang Ibu Bekerja, tidak akan menjadikan bekerja di publik itu sebagai pelarian ketidakmampuan kita di ranah domestik.



Mari kita tanyakan pada diri sendiri, apakah motivasi kita bekerja di rumah?

a. Apakah masih asal kerja, menggugurkan kewajiban saja?
b. Apakah didasari sebuah kompetisi, sehingga selalu ingin bersaing dengan keluarga lain?
c. Apakah karena panggilan hati, sehingga anda merasa ini bagian dari peran anda sebagai Khalifah?


Dasar motivasi tersebut akan sangat menentukan action kita dalam menangani urusan rumah tangga.

a. Kalau anda masih ASAL KERJA, maka yang terjadi akan mengalami tingkat kejenuhan yang tinggi, anda menganggap pekerjaan ini sebagai beban, dan ingin segera lari dari kenyataan.
b. Kalau anda didasari KOMPETISI, maka yang terjadi anda stress, tidak suka melihat keluarga lain sukses.
c. Kalau anda bekerja karena PANGGILAN HATI, maka yang terjadi anda sangat bergairah menjalankan tahap demi tahap pekerjaan yang ada. Setiap kali selesai satu tugas, akan mencari tugas berikutnya, tanpa MENGELUH.

Masih ingat satu quote di Ibu Profesional kan,

“The only reality is YOUR PERCEPTION”

Peran Ibu sejatinya adalah seorang manager keluarga, maka masukkan dulu di pikiran kita
Saya Manager Keluarga”, kemudian bersikaplah, berpikirlah selayaknya seorang manager.

a. Hargai diri anda sebagai manager keluarga.
Pakailah pakaian yang layak (rapi dan chic) saat menjalankan aktivitas anda sebagai manager keluarga.
Kalau saya memakai istilah 7 to 7, dari jam 7 pagi - 7 malam, menggantung daster, memakai pakaian yang rapi, layak, nyaman.

b.Rencanakan segala aktivitas yang akan anda kejakan baik di rumah maupun di ranah publik, patuhi.

c.Buatlah skala prioritas

d.Bangun komitmen dan konsistensi anda dalam menjalankannya.



planner2
Source : pinthemall.net




MENANGANI KOMPLEKSITAS TANTANGAN

Semua ibu, pasti akan mengalami kompleksitas tantangan, baik di rumah maupun di tempat kerja/organisasi, maka ada beberapa hal yang perlu kita praktekkan yaitu :

a. PUT FIRST THINGS FIRST
Letakkan sesuatu yang utama menjadi yang pertama. Kalau buat kita yang utama dan pertama tentulah anak dan suami.

Buatlah perencanaan sesuai skala prioritas anda hari ini - aktifkan fitur gadget anda sebagai organizer dan reminder kegiatan kita.

b.ONE BITE AT A TIME
Apakah itu one bite at a time?

Lakukan setahap demi setahap - Lakukan sekarang -Pantang menunda dan menumpuk pekerjaan.

c. DELEGATING
Delegasikan tugas yang bisa didelegasikan, entah itu ke anak-anak yang lebih besar atau ke asisten rumah tangga kita.
Ingat anda adalah manager, bukan menyerahkan begitu saja tugas anda ke orang lain, tapi anda buat panduannya, anda latih, dan biarkan orang lain patuh pada aturan anda.

Latih - Percayakan - Kerjakan - Ditingkatkan - Latih lagi - Percayakan lagi - Ditingkatkan lagi begitu seterusnya.

Karena pendidikan anak adalah dasar utama aktivitas seorang ibu, maka kalau anda memiliki pilihan untuk urusan delegasi pekerjaan ibu ini, usahakan pilihan untuk mendelegasikan pendidikan anak ke orang lain adalah pilihan paling akhir.



PERKEMBANGAN PERAN

Kadang ada pertanyaan, sudah berapa lama jadi ibu?
Kalau sudah melewati 10.000 jam terbang seharusnya kita sudah menjadi seorang ahli di bidang manajemen kerumah-tanggaan.

Tetapi mengapa tidak?
Karena selama ini kita masih SEKEDAR MENJADI IBU. Ada beberapa hal yang saya lakukan ketika ingin meningkatkan kualitas saya agar tidak sekedar menjadi ibu lagi, antara lain:

a. Dulu saya adalah kasir keluarga.
Setiap suami gajian, terima uang, mencatat pengeluaran, dan pusing kalau uang sudah habis, tapi gajian bulan berikutnya masih panjang.
Maka saya tingkatkan ilmu saya di bidang perencanaan keuangan, sehingga sekarang bisa menjadi manager keuangan keluarga.

b. Dulu saya adalah seorang koki keluarga.
Tugasnya memasak keperluan makan keluarga. Dan masih sekedar menggugurkan kewajiban saja. Bahwa ibu itu ya sudah seharusnya masak.Sudah itu saja, hal ini membuat saya jenuh di dapur.
Akhirnya saya cari ilmu tentang manajer gizi keluarga, dan terjadilah perubahan peran.

c. Saat anak-anak memasuki dunia sekolah, saya adalah tukang antar jemput anak sekolah.
Hal ini membuat saya tidak bertambah pintar di urusan pendidikan anak, karena ternyata aktivitas rutinnya justru banyak ngobrol tidak jelas sesama ibu –ibu yang seprofesi antar jemput anak sekolah.
Akhirnya saya cari ilmu tentang pendidikan anak, sehingga meningkatkan peran saya menjadi manajer pendidikan anak. Anak-anakpun semakin bahagia karena mereka bisa memilih berbagai jalur pendidikan tidak harus selalu di jalur formal.

d. Cari peran apalagi, tingkatkan lagi…..dan seterusnya.



Sharing materi sudah disampaikan oleh Bunda Septi, maka untuk menguatkannya, diadakan sesi Tanya - Jawab. Berikut beberapa tanya-jawab yang berkaitan dengan materi Bunda Cekatan :


1. Andita_Malang.

"Because women are ummun wa robbatul bait"
Karena perempuan adalah ibu & manager rumah tangga.
Dari dulu saya sudah suka dengan caption itu, Bu.

Yang ingin saya tanyakan di point B. One Bite at a Time, lakukan setahap demi setahap.

Misalnya dalam mendapatkan ilmu dan mempraktekkannya.
Bagaimana caranya agar kita tidak menjejali diri dengan berbagai ilmu dan belum "selesai" dalam praktek dan menjadikannya habits Bu?

huhuhu..kadang point X baru separo jalan uda kepincut pingin njalani point Y, dan seterusnya.

Jawab :

Mbak Andita, 
Situasi yang mbak andita katakan tadi, pasti akan terjadi kalau sang ibu belum tahu peran hidupnya apa dan bidang yang akan ditekuninya apa. 
Sehingga masuk kategori galau, semua ingin dipelajari, tetapi belum tentu semua bisa dijalani. Sehingga hal ini akan membuat kita makin galau.

Kalau teman-teman menjalankan dengan sungguh-sungguh tahapan matrikulasi ini, pasti akan lebih mudah menemukan Prioritas Hidup.

Ilmu -ilmu mana yang memang sifatnya WAJIB kita amalkan, dan ilmu-ilmu mana yang sifatnya hanya menjadi referensi untuk menguatkan ilmu utama.

Prinsip selanjutnya adalah "tumbuh bersama" anak. 
Jangan sampai gara-gara merasa masih kurang dan belum selesai dengan diri kita, justru mengabaikan pendidikan anak. Belajar bersama, tumbuh bersama.

Pastikan di keluarga kitalah, anak-anak dan diri kita bisa tumbuh dengan optimal, karena semua bisa menjadi guru, dan semua bisa menjadi murid. 


2. Yessy_Sumut

Bu, bagaimana caranya agar saat kita berusaha menSWITCH pikiran dengan hal yang positif dapat bertahan lama?
Tantangan saya adalah saya dan suami masih belum mampu menemukan cara komunikasi yang tepat dengan orangtua dalam hal mendidik anak kami.
Hal ini membuat saya lebih banyak memilih mengajak anak beraktifitas di luar rumah.
Karena sering keluar rumah, saya menjadi kelelahan menyiapkan urusan domestik sebelumnya.

Jawab :

Sekali lagi,

The Only Reality is Your Perception.

Maka buatlah persepsi positif terlebih dahulu dengan diri kita, setelah yakin, masukkan persepsi positif tentang orang-orang di sekitar kita.

Jangan perhatikan sisi buruknya, selalu panggil sisi baik orang-orang di lingkaran pertama kita, meski saya akui itu berat. Kalau LOLOS berarti naik kelasnya tinggi.

Kemudian ketika kita belum selesai berkomunikasi dengan orang-orang di lingkaran pertama seperti orangtua kita, maka kuncinya TIDAK BOLEH PUTUS ASA. 
Berikan stimulus porsi kecil tapi sering. Nah selama proses tersebut, mengajak anak beraktivitas keluar rumah adalah cara yang tepat.

Saya dulu juga mengerjakan hal tersebut :). Kemudian aktivitas luar rumah bersama anak ini saya maknai sebagai jam kerja saya yang utama yaitu mendidik anak. Maka urusan domestik lainnya, harus bisa selesai sebelum jam kerja tersebut. Kalau tetap tidak memungkinkan menyelesaikannya maka DELEGASIKAN ke orang lain untuk urusan non pendidikan anak.


3. Nia nio nidia_Depok.

Karena misi masa depan, saat ini saya masih harus bekerja di ranah publik, sehingga masih mendelegasikan pendidikan anak ke eyang putrinya, mama saya, untuk senin-jum'at 06.00-19.00.

a. Apa dan bagaimana strategi paling jitu agar mama saya sepemahaman dengan kurikulum mendidik yang telah kami buat?

b. Mama saya sejak awal menikah menjadi ibu rumah tangga, namun yang saya rasakan juga bukan termasuk yang profesional. Karena banyak hal yang menurut saya kurang, ilmu mama baik agama maupun keuangan dan kecekatan kurang.
Sejak sebelum menikah saya punya niat..saya gak mau seperti mama saya. Saya ingin jadi lebih baik. Begitu ikut matrikulasi saya seoptimal mungkin shift mode di rumah jadi ibu. Kadang karena mama saya dulu tidak begitu dia memandang apa yang saya lakukan berlebihan. Dia tidak suka melihat anaknya repot dan membandingkan dengan suami saya yang tidak melakukan pekerjaan domestik sehingga menyalahkan suami saya.

Padahal saya sampaikan saya bahagia melakukan ini dan saya ingin meraih pahala dari Allah. Sampai ketika saya sampaikan saya punya cita-cita resign 5 tahun lagi untuk full di rumah dan home education anak saya pun, mama saya nampak gak sependapat. Yang saya takut mama, saya gak ridlo dan niat saya terhambat.

Bagaimana ini ya...menjembataninya Bu?

Jawab :

Mbak Nia, 
Kalau kondisi saat ini menurut mbak dan suami adalah kondisi pilihan yang terbaik untuk anak-anak, maka terima dengan sepenuh hati. Kuncinya hanya satu, kita harus siap menanggung resiko yang terjadi, dan jangan pernah menyalahkan mama, apapun kondisinya.
Maka kalau tipe mama adalah seseorang yang mau belajar, bantu mama dengan ilmu. Apa yang mbak nia baca, mama juga ikut baca. Ajak ngobrol mama setiap saat seputar ilmu pendidikan terkini. Berikan hal-hal praktis yang membuat mama bisa menerapkannya dalam mendampingi anak-anak kita selama kita bekerja.

Kalau hal tersebut tidak bisa dilakukan, maka cari asisten rumah tangga yang bisa anda didik dengan baik, kemudian minta mama berperan sebagai supervisornya. Sebagai manajer keluarga, anda harus latih ilmu-ilmu apa saja yang harus dikuasai oleh seorang pelaksana pendidikan dan seorang supervisor.

Andaikata tetap tidak bisa lagi, maka memang diri kita orang yang paling tepat. Segera ambil peran tersebut sebelum terlambat. Kalau ibu tidak meridhoi karena urusan duniawi, maka yakinkan bahwa ini akan baik untuk urusan akherat. 
Karena orang yang memikirkan akherat, maka dunia akan ikut. Setelah itu buktikan bahwa kita bisa. Pengalaman saya, mulai dari ibu tidak ridho, sampai sekarang sangat mendukung aktivitas saya sebagai ibu manajer keluarga . Dan itu, saya perlu proses 4 tahun untuk menyakinkan beliau.


4. Novita_tangsel.

Bagaimana cara menyeimbangkan tantangan kerja dan urusan domestik yang seringkali berkejaran satu sama lain dan bagaimana cara mendelegasikan pemahaman kita pada ART terkait cara mendidik anak?

Jawab :

Mbak Novita, 
Kuncinya pada KESUNGGUHAN dan MANAJEMEN WAKTU.

Kalau kalimat yang selalu pak Dodik sampaikan ke saya sejak dulu ketika galau antara pekerjaan domestik dengan pekerjaan publik adalah seperti ini:

"Bersungguh-sungguhlah kamu di dalam, maka kamu akan keluar dengan kesungguhan itu"
Dalam saya maknai sebagai urusan domestik, luar saya maknai sebagai urusan publik.

Maka mulailah mengerjakan hal-hal profesional yang mbak sering lakukan di tempat kerja, terapkan di rumah terlebih dahulu, misal:

a. Di tempat kerja, kita malu kalau tidak tepat waktu. 
Maka di rumah kita harus lebih malu lagi kalau tidak tepat waktu.

b. Di tempat kerja kita tampil cantik. 
Maka di rumah harus lebih cantik.

c. Di tempat kerja kita sabar dengan anak orang lain/rekan sekerja kita. 
Maka di rumah harus lebih sabar lagi dengan anak dan suami.

d. Di tempat kerja ada perencanaan yang bagus. 
Maka di rumah harus lebih bagus lagi.

Sehingga luangkan waktu khusus ke ART mbak untuk magang cara mendidik anak, ketika mbak Novita di rumah dan mendidik anak. Suruh duduk, lihat dan catat, kemudian berikan menu pendidikan anak dengan rotasi 10 hari-an, ke ART kita, siapkan alat dan bahannya, kemudian latih lagi sampai ART kita mahir melakukannya.

Hal tersebut di atas yang saya lakukan untuk ART saya, sehingga 5 tahun bersama saya, ART saya sekarang sudah bisa menjadi guru TK dan sekarang membina rumah tangganya sendiri dengan kondisi lebih baik dari saya ketika ssaya di awal menikah. Bahkan sekarang bisa jadi pengusaha. Seorang perempuan desa yang tadinya minder karena hanya lulusan SMP sekarang jadi Pede.

There is no try, DO or DO NOT

Segera lakukan yang terbaik, karena tidak ada yang sia-sia di muka bumi ini.





Segera setelah meresapi materi dan permasalahan seputar materi yang diwakilkan oleh pertanyaan Bunda-bunda hebat, maka tiada arti kalau tanpa aplikasi di kehidupan masing-masing individu peserta matrikulasi. Nah, berikut tugas Matrikulasi #4 . . .

NICE HOMEWORK #4
BELAJAR MENJADI MANAJER KELUARGA YANG BAIK


Bunda,
sekarang saatnya kita masuk dalam tahap Belajar menjadi manajer keluarga yang baik.

Mengapa?
Karena hal ini akan mempermudah bunda untuk menemukan peran hidup dan menemukan peran hidup anak-anak.

Ada hal-hal yang kadang menggangu proses kita menemukan peran hidup yaitu RUTINITAS. Menjalankan pekerjaan rutin yang tidak selesai, membuat kita Merasa Sibuk, sehingga kadang tidak ada waktu lagi untuk proses menemukan diri.

Maka ikutilah tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Tuliskan 3 aktivitas yang paling penting dan 3 aktivitas yang paling tidak penting.
b. Waktu anda selama ini habis untuk kegiatan yang mana?
c. Jadikan 3 aktivitas penting menjadi aktivitas dinamis sehari-hari untuk memperbanyak jam terbang peran hidup.
d. Kemudian kumpulkan aktivitas rutin menjadi satu waktu, berikan "kandang waktu", dan patuhi cut off time.
(misal : anda sudah menuliskan bahwa bersih-bersih rumah itu dari jam 05.00-06.00, maka patuhi waktu tersebut)
e. Jangan ijinkan agenda yang tidak terencana memenuhi jadwal waktu harian anda.
f. Setelah tahap di atas selesai anda tentukan. Buatlah jadwal harian yang paling mudah anda kerjakan.
(Contoh : kalau saya membuat jadwal rutin saya masukkan di subuh-jam 07.00 - jadwal dinamis (memperbanyak jam terbang dari jam 7 pagi- 7 malam, setelah jam 7 malam kembali ke aktivitas rutin yang belum selesai. Sehingga muncul program 7 to 7)
g. Amati selama satu minggu pertama, apakah terlaksana dengan baik?
h. Kalau tidak segera revisi, kalau baik, lanjutkan sampai dengan 3 bulan.

SELAMAT MENGERJAKAN

Urgensi
Petunjuk Pengerjaan NHW #4


Pekerjaan di ranah domestik yang dilakukan oleh Ibu Rumah Tangga memang terkesan tak ada habisnya, bagi si Ibu namun bagi yang melihatnya, justru sebaliknya. Seperti tidak mengerjakan apapun. Jadi sebenarnya saya masih dalam tahap merubah persepsi. Langkah awal yang sungguh berat untuk dilakukan adalah membiasakan dengan persepsi baru tersebut dan bersikap profesional dalam menjalankannya.

Alhamdulillah,
dalam perjalanannya, kami dianugerahi amanah 2 orang anak. Sehingga kami memutuskan untuk mendelegasikan beberapa urusan domestik rumah tangga kepada Asisten. Dan saya hanya diminta suami untuk fokus mengurus keperluan suami dan anak-anak yang bersifat personal. Maka saya membuat daftar berikut :


Urgensi
Tabel versi lendyagasshi


Untuk lebih detail kegiatan saya, adalah sebagai berikut :

Bangun dini hari, jam 02.00 : Beribadah.
03.00 : Membaca buku.
03.30 : Menulis (terkadang terdistraksi dengan menonton drama Korea)
04.30 : (mandi) lalu mendirikan sholat Shubuh jamaah dengan Abi.
Tilawah dan hapalan Qur'an.

05.00 : Pillow talk dengan Abi.
06.00 : Mulai menyiapkan keperluan suami dan anak.

07.00 : Menyiapkan kaka mandi dan makan.
08.00 : Suami dan kaka berangkat bersama.
dan saya pun bersiap untuk aktivitas saya (berangkat ngaji atau zumba).
Dan atas saran teh Dita Wulandani, sekarang saya tidak ragu lagi untuk mengajak (adik) Hana zumba atau nge-gym bareng.
Awalnya ragu, karena akan melihat teman zumba mama yang (ada beberapa) memakai baju khas olahraga.

10.50 : Pulang dari Jayakarta (tempat zumba) dan menjemput kaka (sembari menunggu setengah jam kepulangan kaka).

12.00 : (sudah) di rumah (ganti baju, sholat berjamaah dengan anak-anak dan makan siang).
13.30 : Tidur siang.
15.30 : Bangun tidur, membersihkan diri dan sholat ashar (mengaji).
16.00 : Anak bangun tidur dan mendampingi anak-anak beraktvitas.

18.00 : Sholat maghrib berjamaah dengan anak-anak.
18.30 : Makan malam bersama.

20.00 : Bersiap mengakhiri aktivitas malam.
21.00 : Bed time stories.

Sekian jadwal harian saya. Doakan saya istiqomah dalam menjalankannya yaa...

Wassalamu'alaykum.
Salam hangat,
 - fasilisitator IIP - Bandung.





Lampiran.


Mind-mapping materi Matrikulasi #4, doc. Mesa Dewi (griyariset)





                   

Memasuki awal minggu, (kembali) kami diberi materi Matrikulasi dari Bunda Septi. Kali ini masih dengan tema [Bunda Sayang] yakni Mendidik Dengan Fitrah Berbasis Hati Nurani. Heem, dari judulnya saja...sapertinya materi kali ini lebih dalam lagi. Silahkan menyimak materi ke 3 untuk minggu ini.
Bismillah . . .
Bunda,
setelah kita memamahi bahwa salah satu alasan kita melahirkan generasi adalah untuk membangun kembali peradaban dari dalam rumah kita, maka semakin jelas di depan mata kita, ilmu-ilmu apa saja yang perlu kita kuasai seiring dengan misi hidup kita di muka bumi ini. Minimal sekarang anda akan memiliki prioritas ilmu-ilmu apa saja yang harus anda kuasai di tahap awal, dan segera jalankan, setelah itu tambah ilmu baru lagi. Bukan saya, sebagai teman belajar anda di IIP selama ini, maupun para ahli parenting lain yang akan menentukan tahapan ilmu yang harus anda kuasai, melainkan DIRI ANDA SENDIRI.

“The only reality is YOUR PERCEPTION”



Apakah mudah? 

TIDAK.
Tapi yakinlah bahwa kita bisa membuatnya menyenangkan. Jadilah diri anda sendiri, jangan hiraukan pendapat orang lain. Jangan silau terhadap kesuksesan orang lain. Mereka semua selalu berjalan dari KM 0, maka mulai tentukan KM 0 perjalanan anda tanpa rasa “galau”.

Inilah sumber kegalauan diri kita menjalankan hidup, kita tidak berusaha memahami terlebih dahulu apa MISI HIDUP kita sebagai individu dan apa MISI KELUARGA kita sebagai sebuah komunitas terkecil.
Sehingga semua ilmu anda pelajari dengan membabi buta dan tidak ada yang dipraktekkan sama sekali. Semua seminar dan majelis ilmu offline maupun online anda ikuti, karena kekhawatiran tingkat tinggi akan ketertinggalan ilmu kekinian, tapi tidak ada satupun yang membekas menjadi jejak sejarah perjalanan hidup anda.

Check List harian sudah anda buat dengan rapi di Nice Homework#1, surat cinta sudah anda buat dengan sepenuh hati di Nice Homework #2. Misi hidup dan misi keluarga sudah anda tulis besar-besar di dinding kamar, tapi anda biarkan jadi pajangan saja.
Maka “tsunami informasilah” yang anda dapatkan, dan ini menambah semakin tidak yakinnya kita kepada “kemampuan fitrah” kita dalam mendidik anak-anak.

“Just DO It”

Lakukan saja meskipun anda belum paham, karena Allah lah yang akan memahamkan anda lewat laku kehidupan kita.


Demikian juga dengan pendidikan anak-anak.
Selama ini kita heboh pada “Apa yang harus dipelajari anak-anak kita”, bukan pada “Untuk apa anak-anak mempelajari hal tersebut”.
Sehingga banyak ibu-ibu yang bingung memberikan muatan-muatan pelajaran ke anak-anaknya tanpa tahu untuk apa anak-anak ini harus melakukannya. Bahkan tidak hanya kita para ibu, pemerintahpun terlihat “galau” ingin memasukkan sebanyak-banyaknya pelajaran ke anak-anak kita, tanpa melihat fitrah keunikan masing-masing anak. Kalau kita belum bisa mengubah sistem pendidikan di negeri ini, maka mulailah perubahan dalam sistem terkecil yang anda miliki yaitu keluarga.

Ada satu kurikulum pendidikan yang tidak akan pernah berubah hingga akhir jaman, yaitu
PENDIDIKAN ANAK DENGAN KEKUATAN FITRAH BERBASIS HATI NURANI

Tahap yang harus anda jalankan adalah sebagai berikut:
a. Bersihkan hati nurani anda, karena ini faktor utama yang menentukan keberhasilan pendidikan anda.
b. Gunakan Mata Hati untuk melihat setiap perkembangan fitrah anak-anak.
Karena sejatinya sejak lahir anak-anak sudah memiliki misi spesifik hidupnya, tugas kita adalah membantu menemukannya sehingga anak-anak tidak akan menjadi seperti kita, yang telat menemukan misi spesifik hidupnya.
c. Pahami Fitrah yang dibawa anak sejak lahir itu apa saja.
Mulai dari Fitrah Ilahiyah, Fitrah Belajar, Fitrah Bakat, Fitrah Perkembangan, Fitrah Seksualitas , dan lain-lain.
d. Upayakan proses mendidik yang sealamiah mungkin sesuai dengan sunatullah tahap perkembangan manusia. Analogkan diri anda dengan seorang petani organik.
e. Selanjutnya tugas kita adalah MENEMANI.
Sebagaimana induk ayam mengerami telurnya dengan merendahkan tubuh dan sayapnya, seperti petani menemani tanamannya. Bersyukur atas potensi dan bersabar atas proses.
Semua riset tentang pendidikan ternyata menunjukkan bahwa semakin berobsesi mengendalikan, bernafsu mengintervensi, bersikukuh mendominasi dan sebagainya hanya akan membuat proses pendidikan menjadi semakin tidak alamiah dan berpotensi membuat fitrah anak anak kita rusak.
f. Manfaatkan momen bersama anak-anak.
Bedakan antara WAKTU BERSAMA ANAK dan WAKTU DENGAN ANAK.
Bersama anak- itu anda dan anak berinteraksi mulai dari hati, fisik dan pikiran bersama dalam satu lokasi.
Waktu dengan anak- anda dan anak secara fisik berada dalam lokasi yang sama, tapi hati dan pikiran kita entah kemana.
g. Rancang program yang khas bersama anak,
sesuai dengan tahap perkembangannya, karena anak anda very limited special edition.

Bunda,
Mendidik bukanlah menjejalkan, mengajarkan, mengisi dan sebagainya. Tetapi pendidikan sejatinya adalah proses membangkitkan, menyadarkan, menguatkan fitrah anak kita sendiri.

Lebih penting mana membuat anak bergairah belajar dan bernalar atau menguasai banyak pelajaran?Lebih penting mana membuat mereka cinta buku atau menggegas untuk bisa membaca?Jika mereka sudah cinta, ridha, bergairah maka mereka akan belajar mandiri sepanjang hidupnya.

Setelah membaca materi yang diberikan, maka berlanjut ke sesi berikutnya yakni sesi tanya - jawab :
1. Andita - Malang."Bukan saya, sebagai teman belajar anda di IIP selama ini, maupun para ahli parenting lain yg akan menentukan tahapan ilmu yang harus anda kuasai, melainkan diri anda sendiri"Yang ingin saya tanyakan Bunda Septi...
Dalam menyusun list tahapan ilmu yang akan dipelajari, dimulai dari ilmu yang memang jadi tantangan kita dalam arti menjadi kekurangan kita atau dari ilmu yang memang kita suka dulu atau yang jadi sumber kekuatan kita atau kah ilmu tentang tumbuh kembang anak dulu?
Jawab :
Mbak Andita, Dalam menyusun list tahapan ilmu itu berdasarkan dari kebutuhan utama kita. 
Misal kita ingin menjadi ahli di bidang pendidikan anak, maka ilmu apa saja yang harus kita kuasai untuk mencapai hal tersebut. 
Tetapkan mulai dari Ilmu-ilmu di ranah domestik sampai ke Ilmu di ranah publik. Maka ilmu itu berdasarkan Misi Hidup. 
Ketemu misi hidup kita kemudian ketemu bidang yang ingin kita kuasai. Dari sanalah muncul berbagai turunan ilmu yang harus kita pelajari.

2. Annisa - Bandung.Darimana kita mendapatkan ilmu tentang fitrah anak, misal usia sekian fitrah anak itu begini dan begitu?

Jawab :
Teh Annisa, Sejatinya ilmu fitrah itu ada di Al-Quran mbak. Kemudian diterjemahkan oleh manusia dari berbagai disiplin ilmu. Ada yang meneliti dari pengamatan perkembangan anak, dari sisi pertumbuhan psikologis anak, dan lain-lain. 
Kalau saya menentukan dari berbagai macam pengamatan sehari-hari. Sehingga memunculkan sebuah konsep yang paling cocok untuk ketiga anak-anak saya adalah sebagai berikut : 
0-7 tahun     : kaya akan wawasan;
7-14 tahun   : kaya akan gagasan; 
14-21 tahun : kaya akan aktivitas.

3. Novi Ardiani.
Apakah mendidik anak sebagai kewajiban ayah-ibu, menurut bu Septi, boleh didelegasikan?Jika ya mengapa, bu.Jika tidak pun mohon penjelasan.

Jawab :
Mbak Opi, Mendidik anak itu sifat wajib bagi kita yang berperan sebagai penjaga amanah. Karena sesungguhnya mendidik anak itu adalah kemampuan alami dan kewajiban syar’i yang harus dimiliki oleh setiap orang tua yang dipercaya menjaga amanahNya.
Jadi sejatinya tidak ada yang bisa didelegasikan dalam mendidik anak. 
Kita hanya akan melakukan yang “SEMESTINYA” orangtua lakukan. Mendidik anak dimulai dari proses seleksi ayah atau ibu yang tepat untuk anak-anak kita, karena hak anak yang pertama adalah mendapatkan ayah dan ibu yg baik. Setelah itu dilanjutkan dari proses terjadinya anak-anak, di dalam rahim, sampai dia lahir.
Tahap berikutnya dari usia 0-7 tahun, usia 8-14 tahun, dan usia 14 tahun ke atas kita sudah mempunyai anak yang akil baligh secara bersamaan. Mendidik anak nyaris selesai di usia 14 tahun ke atas. Orang tua berubah fungsi menjadi coach anak dan mengantar anak menjadi dewasa. Kita dipercaya sebagai penjaga amanahNya, SEMESTINYA kita menjaganya dengan ilmu.
Jadi orang tua yang belajar khusus untuk mendidik anaknya seharusnya hal BIASA, tapi sekarang menjadi hal yang LUAR BIASA karena tidak banyak orang tua yg melakukannya.
Mendidik tidak hanya sekedar membesarkan dan memberi materi, melainkan anda sedang membangun sebuah sejarah peradaban.

4. Novita - Tangsel.Kalau ilmu yang harus dipelajari tak searah dengan bidang kerja kita mana yang harus diprioritaskan bu?Ilmu yang di misi kita atau kerjaan kita?

Jawab :
Mbak Novita, Inti dari hidup ini adalah proses menjalankan misi hidup, sehingga kalau kita merasa bidang pekerjaan kita jauh dari misi hidup kita berarti ada yang OFF Track. Cirinya adalah adanya ketidakseimbangan baik dari sisi emosi, waktu dan lain-lain. Maka segera penuhi ilmu yang sesuai misi hidup kita, maka disitulah akan mengalir banyak keberkahan.

5. Zy-Depok.Untuk menjadi ahli dibidangnya, harus menguasai ilmunya. Bisakah ilmu itu dipelajari secara otodidak atau harus mempelajarinya secara formal, baru dibilang ahli?

Jawab :
Mbak Zy, Banyak cara untuk menguasai ilmu. Selama ini kita selalu disempitkan hanya dengan satu cara yaitu lewat pendidikan formal. Padahal ada banyak peran hidup yang bisa ditempuh dari berbagai cara.
Tinggal kita lihat saja. Bidang tersebut berkaitan dengan akademis, misal dosen, maka harus melewati jalur formal. Apakah bidang tersebut masuk jalur profesional? Maka cari berbagai lisence dunia, sekarang sudah banyak. Atau justru bidang tersebut di ranah enterpreneur, maka segera ambil jalur magang, belajar langsung ke ahlinya.

6. Dyas -Depok.Ketika ibu sedang mengajar anak-anak (diwaktu yg bersamaan) bagaimana cara ibu Septi menyusun materi pembelajaran untuk masing-masing anak (terkait dengan fitrah perkembangannya yang berbeda)? Tolong berikan contoh yang ibu lakukan ketika mengajar Enes, Ara dan Elan di suatu waktu yang sama? Terima kasih.

Jawab :
Mbak Dyas,Contoh di fitrah belajar, saya ambil tentang mengasah intellectual curiosity. Maka untuk Elan yang saat itu berusia kurang dari 7 tahun, belajar membuat pertanyaan dengan teman yang sama. Misal saya ambil tema "Jakarta". 
Elan : 
a. Mengapa Jakarta macet?
b. Siapa yang bertugas mengatasi kemacetan?
c. Bagaimana caranya membuat aturan lalu lintas untuk membuat jakarta lancar? 
dan lain-lain.
Enes dan Ara yang berada di usia 7-14 tahun : 

a. Mengapa tidak kita usulkan sistem lalu lintas untuk Jakarta.
b. Bagaimana jika kita buat hari pakai sepeda?
c. Bagaiman jika pom bensin diganti Galon air minum untuk pesepeda, dan lain-lain. 
Sehingga belajarnya anak berdasarkan dari rasa ingin tahu mereka masing-masing, meski temanya sama.
Setelah itu diturunkan lagi ke berbagai fitrah yang ada, maka jadilah rumusan yang seperti ini:
             Framework : Mendidik Anak Sesuai Fitrah
7. Noor - Tangsel.
Kalau anak kita sudah usia 12 tahun, untuk ikut dalam tahap perkembangan itu kudu pakai percepatan ya?
Bagaimana caranya?

Jawab :
Bunda Noor, 
Tidak ada yang perlu digegas, maka mulailah mengidentifikasi kemampuan anak-anak kita meski usianya sudah masuk pra-aqil baligh akhir. Kemudian kita amati, kemampuan apa saja yang sepertinya harus dipenuhi anak-anak untuk bekal hidupnya kelak. 
Ingat untuk hidup ya, selama ini kita itu terbuai dengan nilai matematika, IPA, Bahasa, dan lain-lain. Dan merasa sudah cukup mendidik anak-anak. Sehingga lupa untuk melatihnya kemampuan menyelesaikan masalah hidup, kemampuan berpikir kritis, kemampuan kreativitas, dan lain-lain.

8. Andita - Malang.
Jika misi spesifik hidup terkait mendidik anak dengan profesional bu, berarti secara tidak langsung sudah sejalan dengan amanah utama.
Yang ingin saya tanyakan, bagaimana jika misi spesifik hidup tidak berkaitan dengan pendidikan anak?
Apa yang harus dilakukan untuk menyeimbangkan kedua hal itu?
Padahal amanah utama tentulah tetap mendidik anak.

Jawab :
Mbak Andita, 
Saya ambil contoh ya... 
Misal peran hidup kita adalah seorang SERVER. 
Kekuatan diri kita di bidang pelayanan, sehingga misi hidup kita adalah melayani kebutuhan hidup seseorang. 
Pekerjaan kita di bidang keperawatan. 
Bagaimana dengan penjagaan amanah ke anak-anak? 
Menjadi perawat adalah kehendakNya dalam hidup anda. Sehingga DIA pasti memiliki rahasia besar, mengapa kita diberi doble amanah. Anak dan pasien. Keduanya memerlukan peran kita sebagai server.
Maka profesionallah di keduanya. Kalau anda bisa dengan sabar melayani pasien di RS, maka ketika pulang harus lebih sabar lagi melayani anak-anak, bukan dibalik. Karena kemuliaan anda pada pelayanan. Dan profesional ke anak adalah titik awal anda untuk bisa profesional di bidang pekerjaan kita. Tidak ada yang terpisahkan dan terkorbankan.

Ingat Rejeki itu pasti, kemuliaanlah yang harus dicari.


9. Bunda Ririn.
Anak saya usia 10 tahun belum keliatan mau membaca buku pelajaran sekolah berdasarkan inisiatif nya. Kalau buku pengetahuan yang tampilan nya berupa gambar/komik mau dibaca. Apakah itu sudah dinamakan hobi membaca?
Setelah menebak potensi unggul anak.
Langkah selanjutnya mau menambah jam belajar nya yang sesuai dengan potensi nya. Apakah orang tua jadinya memaksakan kalau anak dari pagi sampai siang sudah belajar di sekolah negeri lalu sore dan malam di tambah pelajaran sesuai potensi nya?

Jawab :
Bunda Ririn, 
Anak itu tidak bisa dibohongi, ketika suatu buku sangat menarik minatnya untuk membaca, maka disitulah dia akan membaca tanpa dipaksa. Sehingga kita bisa melihat apakah buku pelajarannya semenarik buku komik? Kalau tidak cari buku pelajaran yang seindah komik, banyak gambarnya. 
Anak yang pagi belajar pelajaran di sekolah, sore harinya tetap les pelajaran itu sama dengan MEMBUNUH anak-anak. Memperkuat potensi unggul itu harus beragam. Delivery methode nya harus banyak.
Misal pagi sudah belajar matematika, maka sore harinya ajak silaturahim ke para ahli matematika, ajak untuk bereksperimen untuk melihat matematika yang ada di semesta alam, dan lain-lain.

10. Euis - IIP Sulsel.
(1) Bagaimana jika pendidikan dan kegiatan anak di rumah hanya umminya yang menghandle, bu karena abinya sibuk? Gak apa apakah?
(2) Saya masih bingung metode apa yg tepat untuk mengajari anak baca tulis dan iqro utk rafi 5,5th.
Iqro baru jilid 3, aism jilid2 hampir selesai.
Kalau mau mulai harus merayu dulu cukup lama, yang dia minta rutin setiap hari, saya disuruh bacakan cerita dari buku-buku yang sudah saya saya sediakan. Mohon pencerahan bu.
Jawab :

(1) Bunda Euis,
Yakinlah di awal, anda tercipta sebagai makhluk tangguh. Kalau suami tidak ikut campur dalam proses mendidik anak-anak, dan tidak mengganggu, itu baik.
Tapi apabila suami mau terlibat, maka itu Luar biasa.

(2) Jangan pernah paksakan anak, dengan cara kita, kita harus masuk dengan gaya belajar anak. Prinsipnya anak yang bisa berbicara pasti akan bisa membaca.

Tugas kita menstimulus terus menerus dengan gaya belajar yang dia sukai.
Kesalahan fatal adalah kita memaksakan anak belajar membaca/mengaji dengan cara kita dan dengan gaya belajar kita sebagai orangtua, tidak mau memahami bagaimana "jalan mudah" anak tersebut dalam menerima ilmu baru".


Untuk lebih memantapkan materi dan tanya-jawab yang sudah di tulis, maka kami seperti biasanya mendapat beberapa tugas yang aplikatif.
NICE HOME WORK #3
MENDIDIK DENGAN KEKUATAN FITRAH BERBASIS HATI NURANI
I. Membuat Kurikulum Belajar yang “Gue Banget”
Bunda, masih semangat belajar?
Kali ini kita akan masuk tahap #3 dari proses belajar kita. Setelah semalam bunda berdiskusi seru seputar mendidik anak dengan kekuatan fitrah berbasis hati nurani, maka sekarang kita akan mulai mempraktekkan ilmu tersebut satu persatu.
a. Belajar konsisten untuk mengisi checklist harian, yang sudah anda buat di Nice Homework #1. Checklist ini sebagai sarana kita untuk senantiasa terpicu “memantaskan diri” setiap saat. Latih dengan keras diri anda, agar lingkungan sekitar menjadi lunak terhadap diri kita.
b. Baca dan renungkan kembali Nice Homework #2, kemudian tetapkan pada diri bunda, Misi Hidup apa yang kita emban di muka bumi ini, bidang apa yang ingin anda kuasai.
Bakat lendyagasshi

Misi Hidup : Pembelajar.
Bidang : Pengembangan (emosi) Ibu dan Anak.
Peran : Sebagai Istri dan Ibu.
Ada banyak hal yang (mungkin) bisa dikatakan adalah proses dalam saya menjalani hidup hidup ini. Terasa sekali ketika saya memilih jurusan saat SMA. Mulai banyak perenungan, namun karena saya selalu beranggapan bahwa jurusan selain science itu tidak keren, akhirnya saya memilih jurusan science. Yang mungkin bukan bidang minat saya. Hanya sekedar gengsi.
Berkelanjutan hingga saya mengambil jurusan saat kuliah.
Keinginan terbesar saya adalah kuliah di jurusan psikologi, namun takdir berkata lain. Karena saya tumbuh dari keluarga yang sangat mengagungkan Ilmu Alam, maka saya pun memilih jurusan (yang lagi-lagi hanya karena saya merasa bisa) Kimia.
Ada banyak keinginan lain saat saya sudah mulai bertumbuh. Dan sayangnya keinginan itu terlambat saya pahami.
Ada kesenangan tersendiri ketika saya belajar bahasa asing. Sehingga saat saya kuliah jurusan Kimia, saya pun rajin belajar Bahasa Asing. Saya sering mendatangi free speaking class Bahasa Inggris maupun Bahasa Jepang.
Jiwa pembelajar saya terhenti sejenak ketika saya menikah dan pindah ke lingkungan yang baru, dimana saya merasa sendiri dan tidak ada kegiatan yang bisa saya ikuti. Beruntung saya bertemu dengan salah seorang sahabat dan dikenalkanlah dengan Institut Ibu Profesional.
Bertemu dan bergabung di lingkungan yang tepat, membuat jiwa pembelajar saya bangkit kembali. Saya bertemu dengan banyak Ibu-Ibu pembelajar, sehingga dapat menimba ilmu yang saya butuhkan. Dari mulai psikologi, pengembangan diri, hingga ilmu dalam pengasuhan anak.
Kegilaan saya terhadap sesuatu yang baru, alhamdulillah didukung oleh suami. Beliau kerap mensupport saya dalam bentuk materi ataupun non-materiil. Sebut saja, ketika ada kegiatan menulis sehari - satu postingan (One Day One Post) yang digagas oleh beberapa sahabat di IIP Bandung 2 saat itu, teh Shanty dan teh Thasya, suami saya dengan baiknya membelikan saya sebuah gadget yang mendukung, sehingga memudahkan saya dalam berbagai hal. Dari mulai menulis, design, terkoneksi dengan jaringan internet yang cepat, dan tak ketinggalan, fotografi.
Saat anak-anak mulai bertumbuh, saya pun serasa ikut bertumbuh. Benar kata teh Dita Wulandani (yang disarikan dari Bunda Septi, tentunya) perihal mendidik anak. Bahwa mendidik anak bukanlah hanya anak yang belajar, namun Ibunya justru yang banyak belajar.

Melalui Institut Ibu Profesional,
saya ingin mengenali kekuatan diri saya (sebagai Istri, Ibu, dan peran saya di masyarakat) dan menggali kekuatan tersebut. Dengan begitu, saya harap nantinya mampu mendidik anak-anak saya untuk menemukan kecintaannya, dunia nya, dan kekuatannya.
Maka dari itu, untuk anak-anak saya yang masih berusia 5 dan 3 tahun, saya ingin menguatkan emosional quotient mereka. Sehingga saya banyak belajar dunia pengasuhan anak yang baik, benar dan menyenangkan.
Sesuai dengan tugas NHW #1 yang saya kerjakan.

c. Setelah itu susunlah ilmu-ilmu apa saja yang diperlukan untuk menjalankan misi hidup tersebut.

Untuk bisa menjadi ahli di bidang Pengembangan (emosi) Ibu dan Anak maka tahapan ilmu yang harus saya kuasai adalah sebagai berikut :
Bunda Sayang : Ilmu-ilmu seputar pengasuhan anak
Bunda Cekatan : Ilmu-ilmu seputar manajemen pengelolaan diri dan rumah tangga
Bunda Produktif : Ilmu-ilmu seputar minat dan bakat, kemandirian finansial, dan lain-lain.
Bunda Shaleha : Ilmu tentang berbagi manfaat kepada banyak orang

d. Tetapkan Milestone untuk memandu setiap perjalanan anda menjalankan Misi Hidup.
Penetapan KM 0 ini sejak saya berusia 26 tahun. Mengapa?
Karena saya terbuka lebar dalam hal pengasuhan anak, sejak lahir putri saya yang kedua. Sejenak saya berpikir bahwa mempunyai 2 orang anak dengan jarak usia yang berdekatan itu sangat merepotan. Yang membuat saya tidak bisa melakukan apa yang saya sukai. Seperti kebanyakan Ibu-ibu yang belum melek mengenai dunia pengasuhan, saya hanya melewati hari demi hari dengan rutinitas harian khas Ibu. Yakni memandikan anak ketika mereka terbangun hingga menemani anak ketika mereka akan tidur saat malam harinya.
Namun ternyata di balik kelahiran anak saya yang kedua, saya menemukan banyak kemudahan setelahnya. Bukan hanya dari rejeki materi, namun juga rejeki ilmu, teman, dan berbagai kemudahan hadir saat itu.
Betapa saya saat ini sedang menikmati proses menjadi Ibu yang bahagia dalam mengurus rumah tangga. Dengan mendampingi kedua anak kami yang tumbuh kembang bersama. Dengan adanya lingkungan yang kondusif mendukung ke semua ini.
KM 0 – KM 7 (7 tahun) : Menguasai Ilmu seputar Bunda Sayang.
Sampai saat ini, saya masih terus belajar mengenai Ilmu dasar pengasuhan anak. Sudah melewati episode demi episode kehidupan anak-anak saat menyapih, toilet training, bahkan tantrum. Kini saatnya, saya beranjak ke step berikutnya yakni menumbuh kembangkan kekuatan anak sesuai fitrah yang dimiliki mereka.
Tidak susah,
hanya perlu melatih diri agar senantiasa sabar dalam menghadapi anak yang inginnya berganti-ganti.
Namun 1 hal yang saya pelajari kemudian, bahwa anak-anak saya tumbuh sesuai dengan yang saya contohkan. Maka langkah berikutnya adalah saya harus menjadi contoh yang baik untuk dapat mereka tiru. Bismillah....semoga dimudahkan langkah kami dalam membimbing mereka bertemu denganMu yaa, Rabb.
Aamiin.
KM 0  – KM 5 : Menguasai Ilmu seputar Bunda Cekatan
Penting bagi saya untuk mampu memanage waktu dengan baik dalam mengurus segala urusan rumah tangga. Karena Bunda cekatan sendiri yang berarti adalah ilmu dalam hal management diri dan rumah tangga. Saya berharap antara passion dan urusan rumah tangga dapat berjalan beriringan.
Sehingga di KM 5, saya sudah bisa merasakan ritme keseimbangan antara keduanya.
KM 5 – KM 8 : Menguasai Ilmu seputar Bunda Produktif
Untuk Bunda Produktif ini, agaknya saya menunda dahulu. Produktif yang saya maksud dalam hal ini adalah dari segi finansial. Saya tidak lagi ngoyo dalam mencari pemasukan untuk keluarga, karena saya yakin...

Be Professional, Rejeki Will Follow.

Saya akan menikmati proses tumbuh kembang anak dahulu. Menikmati mendampingi suami dan anak-anak hingga menggapai usia yang layak untuk mandiri.
KM 5 – KM tak terhingga : Menguasai Ilmu seputar Bunda shaleha
Dalam hal ini, yang saya pahami mengenai Bunda Shaliha adalah proses menjalani kehidupan yang senantiasa dinamis (berhijrah) ke arah kebaikan. Sehingga prosesnya seharusnya dari mulai dahulu. Namun kenyataannya, saya mengalaminya pasang-surut, dengan kata lain saya masih inkonsisten.
Semoga dengan dituliskan pada NHW #1, saya dapat lebih baik dari hari ke-hari hingga ajal menjemput.
Aamiin.

e. Koreksi kembali checklist anda di NHW#1, apakah sudah anda masukkan waktu-waktu untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut di atas. Kalau belum segera ubah dan cantumkan.
Karena pada tugas NHW#1 kemarin, checklist saya terbilang sederhana (untuk orang lain), namun bagi saya adalah suatu perubahan yang harus saya lakukan. Simple dan mendasar. Tidak saya koreksi, namun in syaa allah akan saya pertajam lagi maksud dari masing-masing point. Dan seiring dengan berjalannya waktu, maka semoga akan bertambah challege yang saya tulis tersebut.

f. Lakukan, lakukan, lakukan, lakukan.
In syaa allah....
Semoga Allah menjaga keistiqomahan hambanya yang bersungguh-sungguh dalam usaha menggapai ridhoNya.
Aamiin.
Inilah sejarah hidup saya, saat ini dan masa depan.








[Bunda Sayang] Mendidik Dengan Fitrah Berbasis Hati Nurani

                   

Memasuki awal minggu, (kembali) kami diberi materi Matrikulasi dari Bunda Septi. Kali ini masih dengan tema [Bunda Sayang] yakni Mendidik Dengan Fitrah Berbasis Hati Nurani. Heem, dari judulnya saja...sapertinya materi kali ini lebih dalam lagi. Silahkan menyimak materi ke 3 untuk minggu ini.
Bismillah . . .
Bunda,
setelah kita memamahi bahwa salah satu alasan kita melahirkan generasi adalah untuk membangun kembali peradaban dari dalam rumah kita, maka semakin jelas di depan mata kita, ilmu-ilmu apa saja yang perlu kita kuasai seiring dengan misi hidup kita di muka bumi ini. Minimal sekarang anda akan memiliki prioritas ilmu-ilmu apa saja yang harus anda kuasai di tahap awal, dan segera jalankan, setelah itu tambah ilmu baru lagi. Bukan saya, sebagai teman belajar anda di IIP selama ini, maupun para ahli parenting lain yang akan menentukan tahapan ilmu yang harus anda kuasai, melainkan DIRI ANDA SENDIRI.

“The only reality is YOUR PERCEPTION”



Apakah mudah? 

TIDAK.
Tapi yakinlah bahwa kita bisa membuatnya menyenangkan. Jadilah diri anda sendiri, jangan hiraukan pendapat orang lain. Jangan silau terhadap kesuksesan orang lain. Mereka semua selalu berjalan dari KM 0, maka mulai tentukan KM 0 perjalanan anda tanpa rasa “galau”.

Inilah sumber kegalauan diri kita menjalankan hidup, kita tidak berusaha memahami terlebih dahulu apa MISI HIDUP kita sebagai individu dan apa MISI KELUARGA kita sebagai sebuah komunitas terkecil.
Sehingga semua ilmu anda pelajari dengan membabi buta dan tidak ada yang dipraktekkan sama sekali. Semua seminar dan majelis ilmu offline maupun online anda ikuti, karena kekhawatiran tingkat tinggi akan ketertinggalan ilmu kekinian, tapi tidak ada satupun yang membekas menjadi jejak sejarah perjalanan hidup anda.

Check List harian sudah anda buat dengan rapi di Nice Homework#1, surat cinta sudah anda buat dengan sepenuh hati di Nice Homework #2. Misi hidup dan misi keluarga sudah anda tulis besar-besar di dinding kamar, tapi anda biarkan jadi pajangan saja.
Maka “tsunami informasilah” yang anda dapatkan, dan ini menambah semakin tidak yakinnya kita kepada “kemampuan fitrah” kita dalam mendidik anak-anak.

“Just DO It”

Lakukan saja meskipun anda belum paham, karena Allah lah yang akan memahamkan anda lewat laku kehidupan kita.


Demikian juga dengan pendidikan anak-anak.
Selama ini kita heboh pada “Apa yang harus dipelajari anak-anak kita”, bukan pada “Untuk apa anak-anak mempelajari hal tersebut”.
Sehingga banyak ibu-ibu yang bingung memberikan muatan-muatan pelajaran ke anak-anaknya tanpa tahu untuk apa anak-anak ini harus melakukannya. Bahkan tidak hanya kita para ibu, pemerintahpun terlihat “galau” ingin memasukkan sebanyak-banyaknya pelajaran ke anak-anak kita, tanpa melihat fitrah keunikan masing-masing anak. Kalau kita belum bisa mengubah sistem pendidikan di negeri ini, maka mulailah perubahan dalam sistem terkecil yang anda miliki yaitu keluarga.

Ada satu kurikulum pendidikan yang tidak akan pernah berubah hingga akhir jaman, yaitu
PENDIDIKAN ANAK DENGAN KEKUATAN FITRAH BERBASIS HATI NURANI

Tahap yang harus anda jalankan adalah sebagai berikut:
a. Bersihkan hati nurani anda, karena ini faktor utama yang menentukan keberhasilan pendidikan anda.
b. Gunakan Mata Hati untuk melihat setiap perkembangan fitrah anak-anak.
Karena sejatinya sejak lahir anak-anak sudah memiliki misi spesifik hidupnya, tugas kita adalah membantu menemukannya sehingga anak-anak tidak akan menjadi seperti kita, yang telat menemukan misi spesifik hidupnya.
c. Pahami Fitrah yang dibawa anak sejak lahir itu apa saja.
Mulai dari Fitrah Ilahiyah, Fitrah Belajar, Fitrah Bakat, Fitrah Perkembangan, Fitrah Seksualitas , dan lain-lain.
d. Upayakan proses mendidik yang sealamiah mungkin sesuai dengan sunatullah tahap perkembangan manusia. Analogkan diri anda dengan seorang petani organik.
e. Selanjutnya tugas kita adalah MENEMANI.
Sebagaimana induk ayam mengerami telurnya dengan merendahkan tubuh dan sayapnya, seperti petani menemani tanamannya. Bersyukur atas potensi dan bersabar atas proses.
Semua riset tentang pendidikan ternyata menunjukkan bahwa semakin berobsesi mengendalikan, bernafsu mengintervensi, bersikukuh mendominasi dan sebagainya hanya akan membuat proses pendidikan menjadi semakin tidak alamiah dan berpotensi membuat fitrah anak anak kita rusak.
f. Manfaatkan momen bersama anak-anak.
Bedakan antara WAKTU BERSAMA ANAK dan WAKTU DENGAN ANAK.
Bersama anak- itu anda dan anak berinteraksi mulai dari hati, fisik dan pikiran bersama dalam satu lokasi.
Waktu dengan anak- anda dan anak secara fisik berada dalam lokasi yang sama, tapi hati dan pikiran kita entah kemana.
g. Rancang program yang khas bersama anak,
sesuai dengan tahap perkembangannya, karena anak anda very limited special edition.

Bunda,
Mendidik bukanlah menjejalkan, mengajarkan, mengisi dan sebagainya. Tetapi pendidikan sejatinya adalah proses membangkitkan, menyadarkan, menguatkan fitrah anak kita sendiri.

Lebih penting mana membuat anak bergairah belajar dan bernalar atau menguasai banyak pelajaran?Lebih penting mana membuat mereka cinta buku atau menggegas untuk bisa membaca?Jika mereka sudah cinta, ridha, bergairah maka mereka akan belajar mandiri sepanjang hidupnya.

Setelah membaca materi yang diberikan, maka berlanjut ke sesi berikutnya yakni sesi tanya - jawab :
1. Andita - Malang."Bukan saya, sebagai teman belajar anda di IIP selama ini, maupun para ahli parenting lain yg akan menentukan tahapan ilmu yang harus anda kuasai, melainkan diri anda sendiri"Yang ingin saya tanyakan Bunda Septi...
Dalam menyusun list tahapan ilmu yang akan dipelajari, dimulai dari ilmu yang memang jadi tantangan kita dalam arti menjadi kekurangan kita atau dari ilmu yang memang kita suka dulu atau yang jadi sumber kekuatan kita atau kah ilmu tentang tumbuh kembang anak dulu?
Jawab :
Mbak Andita, Dalam menyusun list tahapan ilmu itu berdasarkan dari kebutuhan utama kita. 
Misal kita ingin menjadi ahli di bidang pendidikan anak, maka ilmu apa saja yang harus kita kuasai untuk mencapai hal tersebut. 
Tetapkan mulai dari Ilmu-ilmu di ranah domestik sampai ke Ilmu di ranah publik. Maka ilmu itu berdasarkan Misi Hidup. 
Ketemu misi hidup kita kemudian ketemu bidang yang ingin kita kuasai. Dari sanalah muncul berbagai turunan ilmu yang harus kita pelajari.

2. Annisa - Bandung.Darimana kita mendapatkan ilmu tentang fitrah anak, misal usia sekian fitrah anak itu begini dan begitu?

Jawab :
Teh Annisa, Sejatinya ilmu fitrah itu ada di Al-Quran mbak. Kemudian diterjemahkan oleh manusia dari berbagai disiplin ilmu. Ada yang meneliti dari pengamatan perkembangan anak, dari sisi pertumbuhan psikologis anak, dan lain-lain. 
Kalau saya menentukan dari berbagai macam pengamatan sehari-hari. Sehingga memunculkan sebuah konsep yang paling cocok untuk ketiga anak-anak saya adalah sebagai berikut : 
0-7 tahun     : kaya akan wawasan;
7-14 tahun   : kaya akan gagasan; 
14-21 tahun : kaya akan aktivitas.

3. Novi Ardiani.
Apakah mendidik anak sebagai kewajiban ayah-ibu, menurut bu Septi, boleh didelegasikan?Jika ya mengapa, bu.Jika tidak pun mohon penjelasan.

Jawab :
Mbak Opi, Mendidik anak itu sifat wajib bagi kita yang berperan sebagai penjaga amanah. Karena sesungguhnya mendidik anak itu adalah kemampuan alami dan kewajiban syar’i yang harus dimiliki oleh setiap orang tua yang dipercaya menjaga amanahNya.
Jadi sejatinya tidak ada yang bisa didelegasikan dalam mendidik anak. 
Kita hanya akan melakukan yang “SEMESTINYA” orangtua lakukan. Mendidik anak dimulai dari proses seleksi ayah atau ibu yang tepat untuk anak-anak kita, karena hak anak yang pertama adalah mendapatkan ayah dan ibu yg baik. Setelah itu dilanjutkan dari proses terjadinya anak-anak, di dalam rahim, sampai dia lahir.
Tahap berikutnya dari usia 0-7 tahun, usia 8-14 tahun, dan usia 14 tahun ke atas kita sudah mempunyai anak yang akil baligh secara bersamaan. Mendidik anak nyaris selesai di usia 14 tahun ke atas. Orang tua berubah fungsi menjadi coach anak dan mengantar anak menjadi dewasa. Kita dipercaya sebagai penjaga amanahNya, SEMESTINYA kita menjaganya dengan ilmu.
Jadi orang tua yang belajar khusus untuk mendidik anaknya seharusnya hal BIASA, tapi sekarang menjadi hal yang LUAR BIASA karena tidak banyak orang tua yg melakukannya.
Mendidik tidak hanya sekedar membesarkan dan memberi materi, melainkan anda sedang membangun sebuah sejarah peradaban.

4. Novita - Tangsel.Kalau ilmu yang harus dipelajari tak searah dengan bidang kerja kita mana yang harus diprioritaskan bu?Ilmu yang di misi kita atau kerjaan kita?

Jawab :
Mbak Novita, Inti dari hidup ini adalah proses menjalankan misi hidup, sehingga kalau kita merasa bidang pekerjaan kita jauh dari misi hidup kita berarti ada yang OFF Track. Cirinya adalah adanya ketidakseimbangan baik dari sisi emosi, waktu dan lain-lain. Maka segera penuhi ilmu yang sesuai misi hidup kita, maka disitulah akan mengalir banyak keberkahan.

5. Zy-Depok.Untuk menjadi ahli dibidangnya, harus menguasai ilmunya. Bisakah ilmu itu dipelajari secara otodidak atau harus mempelajarinya secara formal, baru dibilang ahli?

Jawab :
Mbak Zy, Banyak cara untuk menguasai ilmu. Selama ini kita selalu disempitkan hanya dengan satu cara yaitu lewat pendidikan formal. Padahal ada banyak peran hidup yang bisa ditempuh dari berbagai cara.
Tinggal kita lihat saja. Bidang tersebut berkaitan dengan akademis, misal dosen, maka harus melewati jalur formal. Apakah bidang tersebut masuk jalur profesional? Maka cari berbagai lisence dunia, sekarang sudah banyak. Atau justru bidang tersebut di ranah enterpreneur, maka segera ambil jalur magang, belajar langsung ke ahlinya.

6. Dyas -Depok.Ketika ibu sedang mengajar anak-anak (diwaktu yg bersamaan) bagaimana cara ibu Septi menyusun materi pembelajaran untuk masing-masing anak (terkait dengan fitrah perkembangannya yang berbeda)? Tolong berikan contoh yang ibu lakukan ketika mengajar Enes, Ara dan Elan di suatu waktu yang sama? Terima kasih.

Jawab :
Mbak Dyas,Contoh di fitrah belajar, saya ambil tentang mengasah intellectual curiosity. Maka untuk Elan yang saat itu berusia kurang dari 7 tahun, belajar membuat pertanyaan dengan teman yang sama. Misal saya ambil tema "Jakarta". 
Elan : 
a. Mengapa Jakarta macet?
b. Siapa yang bertugas mengatasi kemacetan?
c. Bagaimana caranya membuat aturan lalu lintas untuk membuat jakarta lancar? 
dan lain-lain.
Enes dan Ara yang berada di usia 7-14 tahun : 

a. Mengapa tidak kita usulkan sistem lalu lintas untuk Jakarta.
b. Bagaimana jika kita buat hari pakai sepeda?
c. Bagaiman jika pom bensin diganti Galon air minum untuk pesepeda, dan lain-lain. 
Sehingga belajarnya anak berdasarkan dari rasa ingin tahu mereka masing-masing, meski temanya sama.
Setelah itu diturunkan lagi ke berbagai fitrah yang ada, maka jadilah rumusan yang seperti ini:
             Framework : Mendidik Anak Sesuai Fitrah
7. Noor - Tangsel.
Kalau anak kita sudah usia 12 tahun, untuk ikut dalam tahap perkembangan itu kudu pakai percepatan ya?
Bagaimana caranya?

Jawab :
Bunda Noor, 
Tidak ada yang perlu digegas, maka mulailah mengidentifikasi kemampuan anak-anak kita meski usianya sudah masuk pra-aqil baligh akhir. Kemudian kita amati, kemampuan apa saja yang sepertinya harus dipenuhi anak-anak untuk bekal hidupnya kelak. 
Ingat untuk hidup ya, selama ini kita itu terbuai dengan nilai matematika, IPA, Bahasa, dan lain-lain. Dan merasa sudah cukup mendidik anak-anak. Sehingga lupa untuk melatihnya kemampuan menyelesaikan masalah hidup, kemampuan berpikir kritis, kemampuan kreativitas, dan lain-lain.

8. Andita - Malang.
Jika misi spesifik hidup terkait mendidik anak dengan profesional bu, berarti secara tidak langsung sudah sejalan dengan amanah utama.
Yang ingin saya tanyakan, bagaimana jika misi spesifik hidup tidak berkaitan dengan pendidikan anak?
Apa yang harus dilakukan untuk menyeimbangkan kedua hal itu?
Padahal amanah utama tentulah tetap mendidik anak.

Jawab :
Mbak Andita, 
Saya ambil contoh ya... 
Misal peran hidup kita adalah seorang SERVER. 
Kekuatan diri kita di bidang pelayanan, sehingga misi hidup kita adalah melayani kebutuhan hidup seseorang. 
Pekerjaan kita di bidang keperawatan. 
Bagaimana dengan penjagaan amanah ke anak-anak? 
Menjadi perawat adalah kehendakNya dalam hidup anda. Sehingga DIA pasti memiliki rahasia besar, mengapa kita diberi doble amanah. Anak dan pasien. Keduanya memerlukan peran kita sebagai server.
Maka profesionallah di keduanya. Kalau anda bisa dengan sabar melayani pasien di RS, maka ketika pulang harus lebih sabar lagi melayani anak-anak, bukan dibalik. Karena kemuliaan anda pada pelayanan. Dan profesional ke anak adalah titik awal anda untuk bisa profesional di bidang pekerjaan kita. Tidak ada yang terpisahkan dan terkorbankan.

Ingat Rejeki itu pasti, kemuliaanlah yang harus dicari.


9. Bunda Ririn.
Anak saya usia 10 tahun belum keliatan mau membaca buku pelajaran sekolah berdasarkan inisiatif nya. Kalau buku pengetahuan yang tampilan nya berupa gambar/komik mau dibaca. Apakah itu sudah dinamakan hobi membaca?
Setelah menebak potensi unggul anak.
Langkah selanjutnya mau menambah jam belajar nya yang sesuai dengan potensi nya. Apakah orang tua jadinya memaksakan kalau anak dari pagi sampai siang sudah belajar di sekolah negeri lalu sore dan malam di tambah pelajaran sesuai potensi nya?

Jawab :
Bunda Ririn, 
Anak itu tidak bisa dibohongi, ketika suatu buku sangat menarik minatnya untuk membaca, maka disitulah dia akan membaca tanpa dipaksa. Sehingga kita bisa melihat apakah buku pelajarannya semenarik buku komik? Kalau tidak cari buku pelajaran yang seindah komik, banyak gambarnya. 
Anak yang pagi belajar pelajaran di sekolah, sore harinya tetap les pelajaran itu sama dengan MEMBUNUH anak-anak. Memperkuat potensi unggul itu harus beragam. Delivery methode nya harus banyak.
Misal pagi sudah belajar matematika, maka sore harinya ajak silaturahim ke para ahli matematika, ajak untuk bereksperimen untuk melihat matematika yang ada di semesta alam, dan lain-lain.

10. Euis - IIP Sulsel.
(1) Bagaimana jika pendidikan dan kegiatan anak di rumah hanya umminya yang menghandle, bu karena abinya sibuk? Gak apa apakah?
(2) Saya masih bingung metode apa yg tepat untuk mengajari anak baca tulis dan iqro utk rafi 5,5th.
Iqro baru jilid 3, aism jilid2 hampir selesai.
Kalau mau mulai harus merayu dulu cukup lama, yang dia minta rutin setiap hari, saya disuruh bacakan cerita dari buku-buku yang sudah saya saya sediakan. Mohon pencerahan bu.
Jawab :

(1) Bunda Euis,
Yakinlah di awal, anda tercipta sebagai makhluk tangguh. Kalau suami tidak ikut campur dalam proses mendidik anak-anak, dan tidak mengganggu, itu baik.
Tapi apabila suami mau terlibat, maka itu Luar biasa.

(2) Jangan pernah paksakan anak, dengan cara kita, kita harus masuk dengan gaya belajar anak. Prinsipnya anak yang bisa berbicara pasti akan bisa membaca.

Tugas kita menstimulus terus menerus dengan gaya belajar yang dia sukai.
Kesalahan fatal adalah kita memaksakan anak belajar membaca/mengaji dengan cara kita dan dengan gaya belajar kita sebagai orangtua, tidak mau memahami bagaimana "jalan mudah" anak tersebut dalam menerima ilmu baru".


Untuk lebih memantapkan materi dan tanya-jawab yang sudah di tulis, maka kami seperti biasanya mendapat beberapa tugas yang aplikatif.
NICE HOME WORK #3
MENDIDIK DENGAN KEKUATAN FITRAH BERBASIS HATI NURANI
I. Membuat Kurikulum Belajar yang “Gue Banget”
Bunda, masih semangat belajar?
Kali ini kita akan masuk tahap #3 dari proses belajar kita. Setelah semalam bunda berdiskusi seru seputar mendidik anak dengan kekuatan fitrah berbasis hati nurani, maka sekarang kita akan mulai mempraktekkan ilmu tersebut satu persatu.
a. Belajar konsisten untuk mengisi checklist harian, yang sudah anda buat di Nice Homework #1. Checklist ini sebagai sarana kita untuk senantiasa terpicu “memantaskan diri” setiap saat. Latih dengan keras diri anda, agar lingkungan sekitar menjadi lunak terhadap diri kita.
b. Baca dan renungkan kembali Nice Homework #2, kemudian tetapkan pada diri bunda, Misi Hidup apa yang kita emban di muka bumi ini, bidang apa yang ingin anda kuasai.
Bakat lendyagasshi

Misi Hidup : Pembelajar.
Bidang : Pengembangan (emosi) Ibu dan Anak.
Peran : Sebagai Istri dan Ibu.
Ada banyak hal yang (mungkin) bisa dikatakan adalah proses dalam saya menjalani hidup hidup ini. Terasa sekali ketika saya memilih jurusan saat SMA. Mulai banyak perenungan, namun karena saya selalu beranggapan bahwa jurusan selain science itu tidak keren, akhirnya saya memilih jurusan science. Yang mungkin bukan bidang minat saya. Hanya sekedar gengsi.
Berkelanjutan hingga saya mengambil jurusan saat kuliah.
Keinginan terbesar saya adalah kuliah di jurusan psikologi, namun takdir berkata lain. Karena saya tumbuh dari keluarga yang sangat mengagungkan Ilmu Alam, maka saya pun memilih jurusan (yang lagi-lagi hanya karena saya merasa bisa) Kimia.
Ada banyak keinginan lain saat saya sudah mulai bertumbuh. Dan sayangnya keinginan itu terlambat saya pahami.
Ada kesenangan tersendiri ketika saya belajar bahasa asing. Sehingga saat saya kuliah jurusan Kimia, saya pun rajin belajar Bahasa Asing. Saya sering mendatangi free speaking class Bahasa Inggris maupun Bahasa Jepang.
Jiwa pembelajar saya terhenti sejenak ketika saya menikah dan pindah ke lingkungan yang baru, dimana saya merasa sendiri dan tidak ada kegiatan yang bisa saya ikuti. Beruntung saya bertemu dengan salah seorang sahabat dan dikenalkanlah dengan Institut Ibu Profesional.
Bertemu dan bergabung di lingkungan yang tepat, membuat jiwa pembelajar saya bangkit kembali. Saya bertemu dengan banyak Ibu-Ibu pembelajar, sehingga dapat menimba ilmu yang saya butuhkan. Dari mulai psikologi, pengembangan diri, hingga ilmu dalam pengasuhan anak.
Kegilaan saya terhadap sesuatu yang baru, alhamdulillah didukung oleh suami. Beliau kerap mensupport saya dalam bentuk materi ataupun non-materiil. Sebut saja, ketika ada kegiatan menulis sehari - satu postingan (One Day One Post) yang digagas oleh beberapa sahabat di IIP Bandung 2 saat itu, teh Shanty dan teh Thasya, suami saya dengan baiknya membelikan saya sebuah gadget yang mendukung, sehingga memudahkan saya dalam berbagai hal. Dari mulai menulis, design, terkoneksi dengan jaringan internet yang cepat, dan tak ketinggalan, fotografi.
Saat anak-anak mulai bertumbuh, saya pun serasa ikut bertumbuh. Benar kata teh Dita Wulandani (yang disarikan dari Bunda Septi, tentunya) perihal mendidik anak. Bahwa mendidik anak bukanlah hanya anak yang belajar, namun Ibunya justru yang banyak belajar.

Melalui Institut Ibu Profesional,
saya ingin mengenali kekuatan diri saya (sebagai Istri, Ibu, dan peran saya di masyarakat) dan menggali kekuatan tersebut. Dengan begitu, saya harap nantinya mampu mendidik anak-anak saya untuk menemukan kecintaannya, dunia nya, dan kekuatannya.
Maka dari itu, untuk anak-anak saya yang masih berusia 5 dan 3 tahun, saya ingin menguatkan emosional quotient mereka. Sehingga saya banyak belajar dunia pengasuhan anak yang baik, benar dan menyenangkan.
Sesuai dengan tugas NHW #1 yang saya kerjakan.

c. Setelah itu susunlah ilmu-ilmu apa saja yang diperlukan untuk menjalankan misi hidup tersebut.

Untuk bisa menjadi ahli di bidang Pengembangan (emosi) Ibu dan Anak maka tahapan ilmu yang harus saya kuasai adalah sebagai berikut :
Bunda Sayang : Ilmu-ilmu seputar pengasuhan anak
Bunda Cekatan : Ilmu-ilmu seputar manajemen pengelolaan diri dan rumah tangga
Bunda Produktif : Ilmu-ilmu seputar minat dan bakat, kemandirian finansial, dan lain-lain.
Bunda Shaleha : Ilmu tentang berbagi manfaat kepada banyak orang

d. Tetapkan Milestone untuk memandu setiap perjalanan anda menjalankan Misi Hidup.
Penetapan KM 0 ini sejak saya berusia 26 tahun. Mengapa?
Karena saya terbuka lebar dalam hal pengasuhan anak, sejak lahir putri saya yang kedua. Sejenak saya berpikir bahwa mempunyai 2 orang anak dengan jarak usia yang berdekatan itu sangat merepotan. Yang membuat saya tidak bisa melakukan apa yang saya sukai. Seperti kebanyakan Ibu-ibu yang belum melek mengenai dunia pengasuhan, saya hanya melewati hari demi hari dengan rutinitas harian khas Ibu. Yakni memandikan anak ketika mereka terbangun hingga menemani anak ketika mereka akan tidur saat malam harinya.
Namun ternyata di balik kelahiran anak saya yang kedua, saya menemukan banyak kemudahan setelahnya. Bukan hanya dari rejeki materi, namun juga rejeki ilmu, teman, dan berbagai kemudahan hadir saat itu.
Betapa saya saat ini sedang menikmati proses menjadi Ibu yang bahagia dalam mengurus rumah tangga. Dengan mendampingi kedua anak kami yang tumbuh kembang bersama. Dengan adanya lingkungan yang kondusif mendukung ke semua ini.
KM 0 – KM 7 (7 tahun) : Menguasai Ilmu seputar Bunda Sayang.
Sampai saat ini, saya masih terus belajar mengenai Ilmu dasar pengasuhan anak. Sudah melewati episode demi episode kehidupan anak-anak saat menyapih, toilet training, bahkan tantrum. Kini saatnya, saya beranjak ke step berikutnya yakni menumbuh kembangkan kekuatan anak sesuai fitrah yang dimiliki mereka.
Tidak susah,
hanya perlu melatih diri agar senantiasa sabar dalam menghadapi anak yang inginnya berganti-ganti.
Namun 1 hal yang saya pelajari kemudian, bahwa anak-anak saya tumbuh sesuai dengan yang saya contohkan. Maka langkah berikutnya adalah saya harus menjadi contoh yang baik untuk dapat mereka tiru. Bismillah....semoga dimudahkan langkah kami dalam membimbing mereka bertemu denganMu yaa, Rabb.
Aamiin.
KM 0  – KM 5 : Menguasai Ilmu seputar Bunda Cekatan
Penting bagi saya untuk mampu memanage waktu dengan baik dalam mengurus segala urusan rumah tangga. Karena Bunda cekatan sendiri yang berarti adalah ilmu dalam hal management diri dan rumah tangga. Saya berharap antara passion dan urusan rumah tangga dapat berjalan beriringan.
Sehingga di KM 5, saya sudah bisa merasakan ritme keseimbangan antara keduanya.
KM 5 – KM 8 : Menguasai Ilmu seputar Bunda Produktif
Untuk Bunda Produktif ini, agaknya saya menunda dahulu. Produktif yang saya maksud dalam hal ini adalah dari segi finansial. Saya tidak lagi ngoyo dalam mencari pemasukan untuk keluarga, karena saya yakin...

Be Professional, Rejeki Will Follow.

Saya akan menikmati proses tumbuh kembang anak dahulu. Menikmati mendampingi suami dan anak-anak hingga menggapai usia yang layak untuk mandiri.
KM 5 – KM tak terhingga : Menguasai Ilmu seputar Bunda shaleha
Dalam hal ini, yang saya pahami mengenai Bunda Shaliha adalah proses menjalani kehidupan yang senantiasa dinamis (berhijrah) ke arah kebaikan. Sehingga prosesnya seharusnya dari mulai dahulu. Namun kenyataannya, saya mengalaminya pasang-surut, dengan kata lain saya masih inkonsisten.
Semoga dengan dituliskan pada NHW #1, saya dapat lebih baik dari hari ke-hari hingga ajal menjemput.
Aamiin.

e. Koreksi kembali checklist anda di NHW#1, apakah sudah anda masukkan waktu-waktu untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut di atas. Kalau belum segera ubah dan cantumkan.
Karena pada tugas NHW#1 kemarin, checklist saya terbilang sederhana (untuk orang lain), namun bagi saya adalah suatu perubahan yang harus saya lakukan. Simple dan mendasar. Tidak saya koreksi, namun in syaa allah akan saya pertajam lagi maksud dari masing-masing point. Dan seiring dengan berjalannya waktu, maka semoga akan bertambah challege yang saya tulis tersebut.

f. Lakukan, lakukan, lakukan, lakukan.
In syaa allah....
Semoga Allah menjaga keistiqomahan hambanya yang bersungguh-sungguh dalam usaha menggapai ridhoNya.
Aamiin.
Inilah sejarah hidup saya, saat ini dan masa depan.








lendyagasshi

Powered by Blogger.
Copyright © -- Lendyagasshi -- All Right Reserved